Pasca orde baru tergulingkan dengan ditandai lahirnya fase reformasi yang diharapkan mampu membawa indonesia kedepannya lebih baik lagi.Nyatanya,tidak sesuai harapan sebagian besar rakyat indonesia. Rakyat indonesia (utamanya rakyat kecil) sangat mengharapkan adanya perubahan dalam kepemimpinan era reformasi ini, namun justru malah melahirkan cukong-cukong baru yang dengan nikmatnya menggerogoti uang rakyat. Apa pasal, korupsi yang sekarang menjadi menu menjijikan bagi rakyat indonesia dengan terpaksa harus dinikmati setiap pagi, siang, malam yang serasa ingin muntah saat menelannya.
Korupsi suatu istilah kejahatan terstruktur yang berdampak sangat merugikan kepentingan rakyat. Korupsi yang dalam istilah bahasa latinnya Corruptio dari kata kerja Corrumpere yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, menyogok. Sedangkan Transparancy Internasional mendefinisikan bahwa korupsi merupakan perilaku pejabat publik baik politisi maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dari sudut pandang hukum tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur perbuatan melanggar hukum, penyalahgunaan (wewenang, kesempatan, sarana), memperkaya (diri sendiri, orang lain, atau korporasi), merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. (sumber : situs wikipedia)
Penyakit sosial tersebut bagi sebagian besar rakyat indonesia merupakan bahaya internal yang dapat menghancurkan negara, namun sebagian pejabat justru melihat itu sebagai rezeki atau bahkan sebagai laba atas modal yang mereka tanamkan saat mereka menginvestasikan modalnya untuk menjadi pejabat (sebagian Politisi, PNS dan unsur lainnya).Karena beberapa dari mereka dengan kekuatan modal finansialnya telah membeli jabatan tersebut. Sudah tentu secara logika orang yang membeli barang pasti tidak mau rugi, paling tidak kembali modalnya.
Wabah korupsi pun membuat gerah berbagai kalangan aktivis, dan mendesak pemerintah secara hukum dan kelembagaan untuk menangani permasalahan tersebut. Dan pada masa pemerintahan SBY-JK dibentuklah sebuah lembaga (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Berlanjut masa kepemimpinan Abraham Samad di KPK, Semakin banyak bermunculan kasus korupsi yang terbilang kelas kakap. Sampai pada akhirnya melibatkan 2 tokoh utama partai politik. Namun dalam prosesnya belum mencapai final dari upaya dan usaha yang dilakukan KPK. Tentu saja KPK hanya bekerja membongkar dan membuktikan para koruptor tersebut, namun ada hal yang sangat penting yang perlu dilakukan untuk proses penyadaran dan pemutusan generasi dalam ranah korupsi.
Korupsi layaknya proses metamorfosis pada kupu-kupu (Telur – Ulat – Kepompong – Kupu-kupu), lantas apa kaitannya proses Metamorfosis dengan pidana korupsi yang semarak dilakukan para penguasa. Pertama,Telur di ilustrasikan sebagai bibit (bukan bibit-candra) yang siap menetas entah dia menjelma sebagai pemberantas korupsi atau bahkan menjelma sebagai calon pemangsa baru yang siap menjadi penerkam uang rakyat, lalu siapa yang ada dalam posisi ini? Generasi muda, ya generasi muda (pemuda, mahasiswa, pelajar). Apa pasal, generasi muda yang tergabung dalam berbagai organisasi ketika dalam masa pembelajarannya tidak mendidik diri dalam pengelolaan anggaran organisasi dengan transparansi, akuntabel jauh dari sikap-sikap penyalahgunaan wewenang sesuai dengan ketentuan organisasi, maka berarti dia sudah mempersiapkan diri sebagai generasi koruptor 5 – 10 tahun kedepan. Namun jika mampu mendidik diri sesuai dengan aturannya, maka kebencian akan sikap-sikap penyalahgunaan wewenang akan terpelihara dalam diri masing-masing dan siap menjadi pemberantas koruptor.
Yang kedua, ulat. Pada fase ini penulis memandang ketika sudah terlahir generasi muda yang tidak mendidik dirinya terjauhkan dari unsur-unsur penyalahgunaan wewenang, maka akan terlahir generasi yang siap memberikan kerugian bagi sekitarnya, seperti halnya ulat yang dapat membuat rasa gatal bagi orang disekitarnya. Fase ini juga menandakan sekelompok generasi yang tidak mendidik dirinya dengan baik dan siap mencemari orang disekelilingnya.
Ketiga, Kepompong. Fase ini sudah mencerminkan generasi (Koruptor kecil) yang sudah berselimutkan jas dan bersembunyi di balik style eksklusive-nya.Dengan membangun kolega yang pelan tapi pasti sedikit demi sedikit sudah mulai mencuri hak-hak rakyat.
Keempat, kupu-kupu. Dalam fase ini sudah bisa di kategorikan koruptor profesional yang sudah memiliki jaringan sesama koruptor yang ada di lembaga-lembaga negara yang seharusnya menjadi harapan dalam mensejahterakan rakyat. Dengan berpenampilan yang menarik layaknya kupu-kupu yang mampu membuat orang percaya terhadapnya, namun dibalik semua itu sesungguhnya sebagian dari mereka adalah serigala yang siap menerkam dan memangsa uang rakyat.
Fase ini adalah titik menghkhawatirkan karena dengan adanya fase ini maka dikatakanlah sebagai Metamorfosis Sempurna. Dalam istilah korupsi sering dikenal dengan sebutan Kliptokrasi atau bahasa gampangnya pemerintahan korupsi. Lalu bagaiman ketika negara indonesia ini sudah pada kondisi Kliptokrasi, akankah masih ada cara untuk menyelamatkan negara ini. Hukum adalah jawabannya, ya penegakan hukum yang seadil-adilnya.
Dengan analogi sederhana diatas, maka upaya yang perlu dilakukan oleh rakyat indonesia yang masih sadar akan kejahatan korupsi selain penegakan hukum tentunya harus bersama-sama (berjama’ah) dalam memeranginya. Namun yang menjadi perhatian lebih dari penulis yaitu pada Fase Telur, karena pada fase ini menentukan mau terlahir seperti apa generasi muda bangsa kita, apakah akan menjadi koruptor atau pemberantas koruptor.
Kesemuanya itu ditentukan dengan cara kita semua selaku generasi muda dalam mendidik diri kita untuk terhindar dari unsur-unsur penyalahgunaan wewenang pada saat kita memproses diri dalam sebuah organisasi. Bukan hanya fase telur atau kupu-kupu saja yang perlu di perangi melainkam setiap fasenya perlu di perangi juga. Karena ketika putus tali rantai yang terbentang, maka insya Allah putus juga generasi koruptor yang walaupun tidak sengaja di ciptakan kader penerusnya. Ada pepatah dari petani di desa, mereka bilang kalau mau mencabut rumput yang merusak tanaman kita, cabutlah rumput tersebut dengan akar-akarnya jangan hanya di potong batangnya karena akan tumbuh kembali dengan generasi yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H