Assalamu’alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua, semoga kita semua dalam lindungan Allah SWT.
Keanekaragaman merupakan potensi yang sangat besar dalam memperkaya kebudayaan yang ada di Indonesia. Interaksi sosial Antar suku bangsa sangatlah penting dalam proses integrasi bangsa Indonesia, keanekaragaman bangsa Indonesia juga menyebabkan munculnya disintegrasi yang tentu saja tidak baik bagi Negara, termasuk nilai nilai pancasila yang telah ditetapkan di Negara kita, disintegrasi ini rentan menimbulkan konflik, namun tidak demikian halnya yang terjadi di Bali. Siapa siih yang tidak kenal Bali? Pasti kalian tidak asing dengan salah satu pulau kecil yang ada di Indonesia. Selain dengan pesonanya yang indah pulau dewata ini juga terkenal dengan budaya dan keyakinan spiritual yang tinggi. Bali memiliki 8 provinsi termasuk kabupaten buleleng.
Buleleng memiliki 624.125 jiwa, penduduk buleleng terdiri dari berbagai macam agama yakni, didominasi agama hindu 557.467 jiwa, budha 3.127 jiwa, islam 57.467 jiwa, konghucu 97 jiwa, Kristen 916 jiwa. Sudah sangat banyak agama agama lain yang berkembang di buleleng seperti yang telah disebutkan diatas sehingga hal ini menunjukkan bahwa masyarakat buleleng adalah penduduk yang pluralitasnya baik dari segi etnis, agama, sosial budaya dan lainnya.
Sistem nilai sosisal yang digunakan masyarakat hindu di buleleng adalah "menyama braya" yang berarti suatu ikatan persaudaraan yang mengaggap orang lain itu adalah saudara. Dengan konsep seperti ini masyarakat buleleng dapat menjaga keharmonisan umat antaragama. Dengan konsep ini kemungkinan timbulnya konflik sangatlah kecil sebab konsep ini lebih menekankan terhadap orang lain. Apabila kita menyakiti orang lain maka sama saja kita menyakiti diri sendiri.
Menyama braya ini merupakan istilah pemersatu kerukunan yang meliputi banyak aspek aliran agama, seperti hindu, islam, budha, Kristen, konghucu. Hubungan sosial antaragama ini sangatlah baik dengan satu tujuan yaitu mempersatukan dan menghasilkan keteraturan. Mereka juga tidak sungkan dalam hal kerja sama, seperti gotong royong, menjaga keamanan desa, menghormati salah satu agama ketika sedang merayakan hari hari besar, serta membantu orang lain yang kesulitan, di kabupaten buleleng agama mayoritas adalah hindu dan islam sedangkan Kristen, budha, konghucu adalah agama minoritas. Jadi disini saya akan membahas tentang kesamaan tradisi mayoritas masyarakat buleleng yaitu hindu dengan islam.
1. Tradisi subak
Kata subak saat ini merupakan suatu organisasi dalam bidang pertanian. Subak menjadi ciri khas masyarakat, maksud dari subak ini adalah memberikan ketenangan, kedamaian, keteduhan, keseimbangan, bagi masyarakat bali. Contoh tradisi subak pada masyarakat pegayaman, sebagian besar warga pegayaman Buleleng Bali utara bekerja sebagai petani padi, kopi, maupun cengkeh.
Mereka juga melakukan upacara upacara dalam urutan pertanian. Bedanya tradisi ini dilakukan dengan mengaji di mushalla dekat sumber mata air atau sawah. Tiap selesai panen misalnya masyarakat pegayaman melaksanakan tradisi syukuran. Dalam melaksanakan ritual subak jika di masyarakat hindu bali menggunakan banten (persembahan) sedangkan masyarakat islam bali menggunakan syariat islam.
2. Tradisi Nyapar
Tradisi nyapar dilakukan oleh masyarakat muslim di buleleng. Safar atau nyapar dilaksanakan setiap tahun hari rabu minggu terakhir dibulan safar pada waktu sore. Dalam prosesi ini masyarakat buleleng pergi ke pantai disore hari secara beramai ramai, mereka membawa bekal ketupat, opor, dan aneka kuliner lainnya.
Sesampainya dipantai mereka mengaji, biasanya mengaji surah Yasin, kemudian berdzikir dan berdoa Karena mereka meyakini bahwa bulan safar adalah bulan sial atau bulan bencana, oleh karena itu kegiatan tersebut dilakukan pada intinya untuk menolak balak. Setelah itu masyarakat boleh makan makanan yang mereka bawa, setelah makan mereka boleh mandi atau berjalan jalan di pantai maupun ditempat lainnya. Jika dalam tradisi hindu kegiatan yang dilakukan dipinggir pantai adalah salah satu ritual dari acara ngaben (pembakaran mayat) yang kemudian setelah mayat dibakar lalu abunya dibuang ke laut.