Lihat ke Halaman Asli

Eksistensi Pondok Pesantren dalam Mengawal Peran Pengajar di tengah "Krisis Adab" di Indonesia

Diperbarui: 30 Mei 2018   00:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan non-formal yang eksis sejak ratusan tahun yang lalu.  Sejak zaman dahulu sampai sekarang pondok pesantren konsisten menjaga kerukunan yang diatur dalam adab antar sesama pelajar (santri) terutama adab antara santri dengan guru (kyai)-nya. Dalam pemahaman seorang santri, guru adalah figur yang sangat dimuliakan karena mereka senantiasa istiqamah dalam beribadah kepada Tuhannya serta berjasa dalam menyampaikan ilmu dan hikmah yang terkandung dalam firman Allah dalam Al-Quran serta sabda Rasulullah SAW dalam hadits-Nya yang diabadikan dalam kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama.

Perkembangan pendidikan di Indonesia begitu pesat dengan kurikulum yang terus menerus dipoles sedemikian rupa demi mendapatkan formula terbaik dalam sistem belajar mengajar di Indonesia. Bercermin dari kesuksesan dunia barat dalam mencetak generasi emas yang berprestasi, sistem pendidikan di Indonesia saat ini sudah mampu mencetak lembaga pendidikan yang melahirkan pelajar yang dapat bersaing dalam beberapa event di level internasional. 

Keberhasilan ini tentu lahir dari kedisiplinan dan metode belajar yang baik. Dari sekian banyak metode pembelajaran yang ada, salah satu yang digemari oleh pelajar adalah metode belajar dengan pembawaan yang asyik dan tidak terlalu mementingkan batasan antara pengajar dan pelajar. Suasana yang cair mampu memberikan kesempatan bagi pelajar untuk leluasa mengekspresikan diri dengan segala potensi yang dimilikinya serta pelajar diizinkan untuk bersikap kritis saat proses belajar berlangsung.

Pendidikan adalah tentang teori dan praktik. tentang ilmu dan amal serta akhlakul karimah. Pendidikan sejatinya tidak cukup menguasai kerumitan angka diatas kertas. Pendidikan adalah tentang memanusiakan kembali manusia, mengasah kepekaan diri terhadap sesama manusia dan lingkungannya.

Pendidikan yang berfokus pada  pengetahuan tanpa memperhatikan adab ibarat mengejarkan seseorang tentang teori mengasah pisau tanpa diberitahukan untuk apa pisau diciptakan

Pondok pesantren menjadi harapan terakhir yang mengawal proses pendidikan di Indonesia di tengah krisis adab ini. Konsep "ta'dziman wa takriman" yang ditawarkan pesantren, misalnya. Menanamkan sikap penuh rasa hormat antara sesama manusia dengan motivasi mengharap keridhaan Allah SWT dengan melihat nilai positif yang dimiliki oleh orang lain. 

Di mata seorang santri, setiap orang adalah guru, meskipun setiap guru adalah manusia biasa. 

Keyakinan terhadap keutamaan saling menghormati adalah kunci utama terwujudnya keharmonisan di dunia pesantren. Keharmonisan ini menjadi lebih kuat dirasakan dengan cara meng-asramakan pelajar selama proses belajar berlangsung. Selama tinggal di asrama, santri menerima pengalaman tentang kebersamaan, keberagaman, kemandirian, dan belajar memposisikan diri dalam lingkungan.

Guru yang baik tentu tidak perlu membatasi ekspresi peserta didiknya dalam menuangkan ide dan gagasan dalam proses pembelajaran. Namun akan menjadi keliru apabila menjadikan kelonggaran ini sebagai peluang bagi pelajar untuk menunjukkan jati diri yang tidak beradab. Yang pada akhirnya merusak citra pengajar, lembaga pendidikan, bahkan pelajar itu sendiri. Sekarang dan di masa yang akan datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline