Lihat ke Halaman Asli

SEDANG KEHABISAN GAYA, EH GAGASAN

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau boleh jujur, saat ini sedang kehabisan biaya hidup. Terus terang, bersosialisasi bukan hal mudah. Terbayang dengan berkumpulnya banyak sahabat dipastikan harus berkebebasan pula untuk terkumpulnya alat supaya bisa menyenangkan mereka. Bahagia rasanya tidak memikirkan apapun kecuali tersenyumnya, mendengar tawa karena semuanya tampak sediakala. Sejak disadari, selalu sendirian itu melulu menjadi kelemahan. Sejak saat itu berusaha untuk tidak lagi. Mencari komunitas dan berbaur dengan kekhawatiran sikap yang berlebihan dan kerap berlaku memalukan. Sulit bicara di depan khalayak jadi bagian yang harus diresahkan pula. Mulut selalu mengajak menyimpang dari niat semula. Dan yang paling mengerikan ialah ketika pikiran kosong kehabisan gagasan. Barangkali biaya hidup itu bukan melulu terkait pada kocek sebesar apapun itu. Biaya hidup adalah intelektualitas dan skill bersosialisasi. Orang yang selalu penuh gagasan seakan tidak akan pernah berhenti memberi situasi penuh keceriaan. Ia biasa menghibur dengan segala bentuk cerita atau tingkah polah yang berwarna.

Pada akhirnya gaya'lah yang terbentuk. Supel dan penuh kharisma. Seperti musik yang berisi dengan lantunan lagu yang menjadi inspirasi. Membawa pikiran kepada keinginan yang menggebu-gebu. Membangun gagasan lain dari inspirasi tersebut. Terbit banyak gambaran yang saling menjelaskan apapun keinginan itu pastilah keinginan untuk menetapkan jatidiri yang berpijak di kebenaran. Hal itulah biaya hidup sebenarnya, gagasan kaya kecerdasan yang kuat serta menguatkan pondasi yang ada. Memekarkan pohon keilmuan dalam prosesnya, tumbuh berbunga dan dihembus angin jadi kabar-kabar baik yang menentramkan.

Bung Karno, dengan nama yang disandangnya. Beliau diculik para pemuda hanya untuk memproklamasikan kemerdekaan suatu bangsa. Pastilah untuk pribadi seperti dirinya yang meski terpenjara, terbuang dan dihinakan bagi para pemuda itu Bung Karno memiliki keunikan tertentu. Tetap berpegang teguh pada pendiriannya. Terus mencatat serial hidupnya dengan gaya yang khas untuk mengobarkan semangat pemuda bangsanya. Gagasannya tidak pernah habis dan selalu menjadi kontroversi. Keberadaannya menjadi entitas tersendiri. Keunikan tersendiri yang dimiliki itulah yang jarang dimiliki pemimpin hari ini, entah apakah pemimpin masa depan pula memiliki kekhasan layaknya Bung Karno kelak kita tidak akan pernah mengetahuinya kecuali dengan selalu membekali diri melalui pembelajaran. Pembelajaran akan pimpinan yang potensial untuk yang prosesnya di masa depan generasi kita tidak pernah kehabisan gagasan pula. Dan hal ini tidak berusaha mengecilkan, sekali lagi tidak sedang menekankan nama lain sebagai nama yang tidak memiliki arti. Kita perlu melihat dari sudut pandang yang beragam untuk pengejawantahan sebuah persoalan biaya hidup bangsa.

Biaya hidup bangsa kita adalah entitas unik tersebut. Potensi-potensi pemimpin muda yang mampu menggelorakan cara hidup yang unik dan tidak tertekan oleh situasi. Pemimpin dengan gagasan yang berharga dan tidak lekang oleh waktu. Gagasan itu harus muncul dengan pembaharuan-pembaharuan yang murni dari hati. Bukan bersifat pemberontakan meski bernada berontak dari mereka para calon pemimpin. Karena jika dilihat secara keilmuan, pimpinan manusia pula. Lahir untuk kehidupan dan keseharian manusia itu sendiri. Karena manusia adalah sumber daya, harus selalu terolah dan dikelola dengan baik.

Potensi itu tidak seharga hutang yang berada di bank dunia, negara kaya atau organisasi dunia. Potensi itu ada pada upaya sumber daya manusia dalam tegaknya pendirian untuk berdiri sendiri. Diibaratkan atau diambil contohnya seperti seorang perempuan yang memproduksi sendiri produksi pakaian yang sangat dianggap pokok kemudian menjualnya pula sendirian. Barangkali ini makna Bung Karno menyebutkan sebuah akronim BERDIKARI yang bermakna sungguh sebuah keadaan di mana seseorang benar-benar berdiri seorang diri dengan gagasan dan upaya yang luar biasa. Hal itu membuatnya kesepian sendiri. Tidak sepenuhnya salah atau benar secara mutlak kalau hal tersebut, pernyataan tersebut menjadi harus diikuti. Sebab manusia makhluk sosial adalah hal yang logis untuk diketengahkan sebagai bantahan. Namun tetap pada jalannya, dalam artian sederhananya makhluk sosial perlu mempelajari apa yang ada pada diri dan masyarakatnya sehingga ketika ia sebagai makhluk sosial sementara di sisi lain ia perlu menjadi pribadi yang mandiri ia mampu memberi keleluasaan, ruang untuk sebuah wacana yang jelas.

Sebuah wacana yang mencerap segala hal di masyarakatnya sehingga jadi pertimbangan dalam memilih. Artinya keluarannya (output) kembali kepada gagasan yang datang dari benaknya dalam bersikap. Gagasan itulah yang tidak boleh habis, tetapi selalu harus berevolusi kepada bentuk-bentuk yang meresahkan. Meresahkan di sini membangun kritik yang juga mengundang proses-proses yang sama. Bentuk gagasan lainlah yang menjadi harapan di perkembangan wacana selanjutnya, gagasan yang berlanjut, tidak sekadar gagasan yang datar dari sebuah imitasi gagasan, tapi gagasan yang tidak patah di tengah jalan.

Dan keluaran itu tidak hanya penuh secara struktur dan isi. Penampilan serta jiwanya memungkinkan hal yang abadi. Dari generasi ke generasi menggunakannya sebagai pemahaman, alat diskusi dan cermin tindakan selanjutnya. Keluaran itu pasti akan menyita waktu, tetapi tidak akan percuma selama di antara semua itu alat yang digunakan dimengerti ke mana arah tujuan penggunaannya. Teknologi yang menyirarkan tenaga untuk mengelola bersihnya hati untuk selalu berbicara hal yang melulu mengenai kedamaian. Sederhana, ketika ada masalah tidak ada jalan lain kecuali berbicara sampai ke akar-akarnya kemudian melakukan kompromi, sesederhana itu maka jiwa-jiwa pun kerasan. Bukan nafsu yang dengan terlalu dikuatkan oleh pikiran hampa. Tapi rasa ikhlas karena percaya atau tidak Iblis pun harus takluk pada keikhlasan ketika ia dipaksa Tuhannya untuk bicara pada utusan-Nya di hadapan para sahabat tentang apa yang ditakutkannya.

Para pejuang masa lalu merelakan jiwanya demi negeri. Kemudian para pemimpin dahulu merelakan dirinya dihinakan sementara gagasan dan rencananya abadi di masa kini. Barangkali bukan abadi dalam artian berhasil dan dipahami. Tetapi abadi menjadi jawaban fenomena yang terjadi di kekinian. Jawaban yang seharusnya diamini oleh para penghuni masa lalu yang membuatnya kesepian di kamar sempit yang memaksanya diam dalam kelam. Lalu pertanyaannya, bagaimana penerimaannya oleh penduduk masa kini? Tidak bisa tidak untuk menyebut sama, tetapi tidak pula kita boleh sebut sebaliknya dari itu.

Kita tidak boleh kehabisan, gaya atau gagasan untuk melakukan sesuatu yang berarti. Kita harus selalu bereksplorasi. Memberanikan diri untuk bersikap berbeda dari yang lain, meski itu pada waktu awalnya merugikan dan dianggap sebelah mata. Pastikan dalam pola pikir kita selalu terbit hal baru ketika bangun untuk shalat shubuh, setelah shalat dzuhur dan menjelang isya.[]

Gun (Content Provider)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline