Lihat ke Halaman Asli

Neugtreug

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering



APA YANG SEDANG DIBANGUN DI ATAS PANGGUNG INI, BANGUNAN MEGAH  ATAU BANGUNAN JIWA KITA YANG KERAP GOYAH?


Menatap kejadian yang berkecamuk di negeri ini, miris senyata-nyatanya. Seperti takada lagi yang bisa dibanggakan. Namun barangkali, kita coba gunakan kacamata bersih, mulai menyeka dari kotoran dan debu yang menimpa, biar arah pandang kita juga jernih, dan harapkan kepercayaan diri tumbuh bahwa belumlah berakhir Republik Indonesia yang tetap kita cintai ini.

Sungguhpun demikian nyatanya, diantara kita, masih ada yang bernyanyi, berkarya, menari, menorehkan prestasi dan takperlu merasa malu bila cercaan itu datang bertubi-tubi. Bila saja masih bermunculan problematika sosial-politik akhir-akhir ini, dan masih itu-itu juga pokok persoalannya, diantara kita meski takbanyak ada yang berbuat bangga nan haru lakukan sesuatu demi bakti negeri.

Meski memang kian hari kian bertambah parah. Pelbagai bentuk kriminalitas hadir dengan segala bentuk yang paling keji, kejahatan pun takhanya dilakukan di level bawah alias rakyat jelata, pada tingkatan atas pun takkalah mengerikannya. Semua pasti muak dan mual dengan kejahatan-kejahatan yang telah diperbuat oleh siapapun, apalagi dilakukan oleh mereka, para pemimpin, tokoh dan orang-orang yang sekiranya mampu tampilkan teladan terbaik, tapi apa hendak di kata, nasib berkata lain. Walhasil, kita yang mencoba belajar untuk hidup lebih baik dan teratur, dari hari ke hari, kerap dihadang godaan. Walau demikian jadinya, akan tetapi masih ada segelintir dari kita yang masih punya kepedulian dan komitmen untuk bergerak pada arah perubahan yang nyata.

Sekali lagi, memandang peristiwa hari ini, walau demikian mengenaskan, tetap kita coba gunakan akal sehat dan nalar kita masing-masing untuk tentukan sikap. Sebagian dari kita, mungkin saja memiliki solusi, mencari jalan keluar dari kemelut yang menyulut mulut-mulut berbusa. Sebagian lagi dari kita, barangkali santai-santai saja, memasrahkan semua jawaban pada waktu, pada takdir, pada nasib yang kaku lagi genting.

Tuan yang gagah berani, sudah meratakan bangunan lama dan mendirikan bangunan baru sesuai semangat zaman saat ini, katanya begitu, mewujud mall, villa, hotel atau restoran paling enak sedunia. Puan yang cantik jelita, sudah melapangkan tanah, mendirikan jembatan layang, sarana transportasi bebas hambatan, hingga kendaraan mewah dapat melenggang dengan tenang, tanpa beban.Tuan yang kaya raya, telah menebang pohon, menyulap belukar dan hutan lindung yang sarat hewan buas, menjadi hunian paling nyaman seantero negeri, hadirkan aroma surga di dalamnya. Puan yang indah menawan, menyihir daerah resapan air, tempat bersemayam makhluk lainnya yang mungkin gaib, berubah merupa tempat-tempat wisata paling dahsyat, fantastis, sampai warga penjuru dunia ingin mendatanginya. Dari Sawah dan ladang yang telah rata, berdirilah sejenis harapan baru, sebentuk bangunan baru, mungkin ciptakan surga yang paling baru. Dari lautan, pantai dan sungai, seperti hadirkan pemandangan lunglai, lantaran diserbu racun, penyakit, takterolah, dipercayakan pada tuan nyonya yang baik dan  manis dan pintar, dan saya sulit sekali untuk lepaskan kecurigaan atau mencoba berprasangka baik.

Demkianlah cerita Indonesia, yang kini adalah bak gadis sexy sekaligus lelaki macho, primadona, bintang nomor satu, bahan incaran, model paling hot, pose menantang lagi merangsang, perawan tingting, perjaka rupawan, limited edition, segala ada, semua serba nyata, pusat aroma wangi, pusat pesona, kaya berpesta, titik eksotik, perpaduan keanggunan dan kemegahan, tujuan akhir. Orang-orang dari luar saksikan kita, kurang lebih seperti itu, bagai ingin mereguk sepuas-puasnya. Tapi kita terluka, bodoh, menyerah, takmelakukan apapun, selain mengandalkan hari esok terserah besok, bagaimana yang bisa, bagaimana yang mengerti.

Kita kerap terbelenggu kemalasan, kembali terjerat impian-impian palsu, nonstop kita dininabobokan lelaguan, gambar iklan, tayangan putera-puteri surgawi, produk berkemasan wah, kita terus dijejali janji-janji kejayaan, kebebasan, kemajuan tanpa batas, akan tetapi sulit dalam praktik dan terus saja teraniaya. Cerita negeri ini belum mau berakhir, masih banyak tokoh dan penokohan, masih akan datang para pembaharu, para pemimpin, serta para pentolan bangsa yang pasti mengenal bangsanya.

Saya taksedang mengatakan bahwa lakon Indonesia akan terperosok dalam jurang yang garang dan membinasakan. Walau demikian, kisah Indonesia akan terus bergulir, berepisode, dengan judul-judul yang menarik, dengan tema yang juga menantang, tokoh dan karakter di dalamnya berharap kuat dan hebat. Takperlu berasal dari golongan itu, partai ini, komunitas itu, takusah silau dan risih dengan ideologi itu, dengan pola prinsip ini, sepanjang ia dapat melanjutkan kisah Indonesia ini, maka sepatutnya kita pun berteriak lantang, bergandengan tangan, memulai paragraf baru dengan tokoh dan penokohan yang berkarakter. Takterjebak dalam  peran-peran yang hanya mementingkan kehidupan material, meski itupun takterlalu buruk. Takterkungkung oleh lakon-lakon pilon yang merasa hebat dengan apapun yang tercipta secara kasat mata, sangatlah ekstravaganza, walau penuh bobrok yang nista.

Kita adalah tokoh-tokoh itu, yang sedang bermain peran, disadari atau tidak, diharapkan atau tidak, secara alamiah kita yang terlahir dan besar di panggung bernama Indonesia, otomatis berada dalam kisah Indonesia yang panjang, nyalang, mungkin juga menegangkan. Kita adalah peran-peran yang hendaknya berbalut karakter kukuh, agar jelaslah sosok kehadiran kita di tengah kisahan yang bernama Indonesia ini.  Bukankah tokoh tanpa karakter, hampa jadinya, malah jadi cibiran para penonton dan orang sekitar? Tidakkah kita tanpa sifat dan jiwa kebangsaan, takubahnya benda mati yang takmemiliki roh, tepatnya roh semangat kebangsaan. Oh, betapa tragisnya arah cerita lakon Indonesia menjadi simpang siur, sehingga orang-orang yang kebetulan menyaksikan pementasan kita, seperti disodorkan amanat kosong, cerita kepurapuraan semata-mata, tanpa ekspresi, tanpa penghayatan, jauh dari pengorbanan yang tulus.

Penonton kecewa. Tapi kita akan membalasnya dengan sesuatu yang membanggakan, suatu saat nanti, oleh karena kita takmau terus menerus begini, miskin apresiasi, kurang juga dedikasi. Jadi, Anda sedang membangun cerita apa?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline