Sesosok putra dari Minangkabau, anak lulusan pesantren yang bernama Alif Fikri muncul kembali setelah 10 tahun film Negeri 5 Menara rilis di tahun 2012. Ranah 3 Warna merupakan sekuel dari film Negeri 5 Menara, Di sutradarai oleh Guntur Soeharjanto untuk meneruskan sekuel film ini.
Dalam film Ranah 3 Warna, sang sutradara menggambarkan Alif Fikri yang telah lulus pesantren ingin meneruskan pendidikannya untuk berkuliah di ITB hingga ke luar negeri. Namun segala cobaan berat selalu menimpa si tokoh utama untuk menguji kesabarannya.
Di sepanjang cerita, sang tokoh utama selalu membaca sebuah ‘mantra’ yang sama dengan film Negara 5 Menara. Mantra tersebut adalah Man Jadda Wajada yang artinya “siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil”. Dalam sekuel ini, mantra tersebut tetaplah ada di berbagai scene, namun sang sutradara mengubah mantra tersebut menjadi mantra yang baru, mantra itu bertuliskan Man Shabara Dzhafira yang berarti “siapa yang bersabar akan beruntung”. Mantra-mantra itu begitu populer dalam filmnya, bahkan juga termasuk novelnya sekaligus. Bisa disimpulkan bahwa film ini berkaitan dengan tema-tema religi, yang berhubungan dengan agama.
Di film Ranah 3 Warna ini, Guntur memberikan suasana daerah Minangkabau sebagai tempat utama dalam film ini, sang sutradara Guntur sepertinya ingin mempopulerkan suasana Minang dengan bahasa daerahnya. Hal ini bisa di saksikan di awal film dimana tokoh utamanya yaitu Alif Fikri bertempat tinggal disana bersama keluarganya.
Tokoh utama, Alif Fikri digambarkan sebagai pemuda pesantren yang patuh dengan agama. Dia salah satu putra dari keluarganya setelah ayahnya pergi meninggalkan mereka semua untuk selamanya. Dia sangat menyayangi keluarganya hingga sepatu pemberian terakhir ayahnya selalu digunakan dan dirawat setiap ia melangkahkan kaki di negara lain.
Raisa Kamila, gadis cantik yang akan menjadi kisah romantis untuk tokoh utama. Raisa digambarkan sebagai sosok perempuan yang bersemangat dalam perkuliahan dan peduli dengan lingkungan sekitar. Namun sang sutradara membuat kisah romantis di film ini berbeda dengan film-film romantis lainnya.
Kisah Alif Fikri di perlihatkan seberapa besar perjuangannya meraih mimpi untuk bisa berpendidikan di luar negara. Di beberapa scene, pengambilan gambar dimulai dari rumah Alif Fikri yang bertempat di sebuah desa Minang. Hal ini bisa disimpulkan bahwa segala mimpi yang besar pasti berawal dari susahnya hidup. Entah itu tak memiliki teknologi seperti Handphone, Komputer, Internet dan yang lainnya. Dari beberapa scene, ada yang sering diperlihatkan dimana Alif Fikri sering meminjam komputer dan telepon ke temannya ataupun ke seseorang pemilik kost.
Di setiap usaha yang dilakukan Alif Fikri, tak selalu hidupnya berjalan mulus, terlebih lagi Alif Fikri adalah anak Minang yang merantau. Hampir setiap usaha yang dilakukan Alif Fikri selalu gagal dan ingin putus asa, bahkan hampir melupakan tentang jati dirinya bahwa dia adalah seorang lulusan pesantren yang taat agama. Namun sang sutradara menggambarkan Alif Fikri adalah tokoh yang sehabis jatuh bangkit kembali, disaat ingin menyerah, Alif teringat dengan sebuah mantra yang sering dia ucapkan untuk berdo’a. Alif Fikri juga tidak lupa akan baca Basmalah disaat ingin melakukan sesuatu.
Di film Ranah 3 Warna ini, Guntur membuat film drama keluarga seperti ini untuk menguji kesabaran para penonton, sama halnya dengan isi cerita dimana setiap Alif terkena musibah, dia harus selalu bersabar. Hal ini juga sama dengan mantra baru dalam film ini yaitu Man Shabara Dzhafira.
Guntur Soeharjanto meninggalkan pesan untuk para penonton film Ranah 3 Warna ini, di setiap usaha ada kemungkinan bahwa itu adalah masalah, entah itu besar ataupun kecil. Penonton akan selalu di ingatkan untuk selalu bersabar ketika mengalami masalah. Bersabar untuk kembali aktif dan berjuang lagi setelah terjatuh gagal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H