Sebut saja namanya laela, dia anaknya aktif, gampang menerima materi pelajaran, rajin, sopan, dan patuh, n secara fisik cantik natural, begitulah dia dimataku, sehingga secara implisit dia merupakan salah satu siswa yang menjadi penyemangatku untuk mengajar.
Satu minggu ini laela gak masuk, aku yang bertatap muka seminggu sekali dikelasnya (setiap hari kamis) merasa heran dengan kondisi yang tidak seperti biasanya. Dan ketika kutanyakan keteman temannya, jawabannya sungguh getir, "laela berhenti bu", "kenapa?" tanyaku spontan, teman temannya diam dan seperti mau mengatakan sesuatu tapi tertahan. Kutunggu beberapa saat, tapi gak ada satu pun yang menjawab, sehingga ku alihkan pertanyaan itu ke materi pelajaran yang sudah kusiapkan sebelumnya
Laela hamil empat bulan, begitulah kabar yang kudapat dari salah satu guru, huffff....mengapa ini bisa terjadi pada lalela yang menurutku gak mungkinlah melakukan hal itu,apa mungkin ini disebabkan karena kondisi masyarakat di daerah ini yang kupandang memberikan ruang yang besar untuk melakukan kegiatan diluar kewajaran seorang remaja dibalut aroma religius (???????)
Memang, sebelum laela,siswaku banyak yang perotol (berhenti sekolah) karena harus menikah,dengan berbagai alasan. Tapi akar utamanya adalah remaja usia sekolah didaerah ini banyak yang sudah bertunangan, dan kalau sudah bertunangan, orangtua memberikan keleluasaan bagi anak anaknya untuk berduaan dimanapun. Dan selugu-lugunya ABG desa, naluri manusia ditempat manapun sama
Pemikiran orangtua yang diturunkan turun temurun dengan dibentuk oleh kondisi sosial yang ada, sangat berpengaruh pada masa depan para remajanya. Wanita yang dipandang hanya berkutat didapur,kasur,dan sumur tidak perlu berpendidikan tinggi, dan kekhawatiran orang tua akan tidak lakunya anak perawannya dipandang sebagai aib keluarga,turut memberikan andil dalam tradisi bertunangan sejak kecil didaerah ini, begitu pula untuk yang lelaki, yang penting bisa cari uang, beres!
yah, mungkin jargon lebih cepat lebih baik, cocok diterapkan ditempat ini.
Apakah saya hanya bisa menangisi keadaan laela, dan laela laela lain. Upaya apa yang bisa mendobrak tradisi ini, sehingga remaja disini juga memiliki masa depan yang lebih baik, setidaknya untuk dirinya sendiri dan kemajuan daerahnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H