Lihat ke Halaman Asli

Nona Berkacamata II

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bajingan seseorang yang mengutuk malam
Hingga ia tak mampu tertawa
Ketika sendiri dalam penantian
Penantian yang tak berujung

Ketika raga tak berarti
Ketika penantian menjadi hina
Ketika ketulusan menjadi budak
Saat itu pula aku ingin meludahi paras mu

Tak ada sepatah katapun pernah ku ucap
Bahkan sebatas sapaan pun tak pernah tersirat
Namun, mengapa sebenci itu kepadaku?
Mengapa?

Aku tak akan bertanya pada malam
Yang hanya diam menunggu kantuk datang
Aku pun tak akan bertanya pada senja
Yang hanya melambaikan perpisahan

Ku buatkan sajak untuk mu
Berkat kebencian mu
Sajak itu sampaikan kata yang tak sanggup terucap
Agar kau tahu siapa diri mu

Apalah daya
Aku hanyalah pemalu
Yang tak pernah menemui mu
Bahkan untuk sebatas menyapa

Aku ingin menyapa mu
Namun hanya sinis yang ku dapat
Tatapan dibalik kacamata
Yang berlapiskan dusta

Aku benci diri mu
Aku benci
Namun, akupun benar cinta pada mu
Tawa datang ketika teringat paras mu

Apa yang harus aku lakukan?
Apakah aku harus buatkan sajak yang lain?
Apakah semua itu tak cukup?
Apakah aku harus membiarkan waktu yang menjawabnya lagi?

14 - Mei 2015
(Aan Wahyu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline