Di Kampung Gajrug, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak-Banten, tempat dimana aku dilahirkan, hal itu ditandai dengan adanya budaya ngatir atau membawa nasi dan lauk pauk yang biasanya disajikan ayam bakakak di dalam bakul disertai 7 jenis makanan lainnya.
Misalnya ada isian nasi, bakakak, telur, timun, mie, dan kue seadanya. Setelah bakul yang berisi makanan tadi dikumpulkan di masjid, nanti panitia Maulid membagikan kembali makanan ke semua masyarakat yang ada di kampung tersebut.
Beda daerah, beda pula tradisinya. Hal ini terjadi di Kampung Muncangdalam, Kecamatan Jasinga-Bogor, tempat kediaman suamiku. Di sana ada budaya cukuran rambut balita, mengumpulkan makanan dalam perahu besar atau sering disebut dongdang, tapi ada juga sebagian yang kebanyakan memakai nyiru atau nampan yang berisi Snack atau buah-buahan dan mengumpulkan nasi beserta lauk pauknya.
Kali ini fokus ke acara cukuran rambut ya. Biasanya di tempat lahirku, cukur rambut sering dilaksanakan ketika bayi berusia 40 hari. Beda halnya di tempat suamiku. Tradisi ini turun temurun dilaksanakan ketika perayaan Maulid Nabi besar Muhammad Saw.
Berikut dokumentasi cukuran rambut anak kedua saya yang bernama Aulia Septiani Salim yang saat ini genap berusia 1 tahun.
Setelah acar gunting rambut, dilanjutkan sedekah makanan atau minuman yang tersaji di nyiru atau dibuat dongdang. Selanjutnya acara sedekah nasi dan lauknya yang nantinya di bagikan rata ke masyarakat di RT tersebut.
Acara Tradisi Maulid Nabi yang dalam kalender merahnya hari Kamis kemarin, namun di Muncangdalam baru dilaksanakan hari Minggu ini karena kebanyakan warga suaminya bekerja ke kota. Jadi mau acara maulid nabi atau Agustusan, pasti akan dilaksanakan setiap hari Minggu.
Banyak hikmah dari tradisi Maulid Nabi Muhammad ini antara lain berbagi makanan, minuman, harta, benda, kepada sesama. Sedekah uang yang di dapat setelah tradisi Maulid, diumumkan dapat 6 juta lebih. Semoga bisa membantu renovasi masjid Muncangdalam yang belum selesai.