Jika kita melihat histori dari pemanfaatan toa untuk membangunkan sahur memang zaman dulu bisa dibilang diperlukan karena minim alat komunikasi dan teknologi meskipun dalam praktiknya tetap harus diatur suaranya sebab bisajadi ada pihak yang akan terganggu misalnya orangtua yang jompo, bayi, orang sakit, non muslim dsb sehingga win win solution-nya tetap harus dirembug sesama warga.
Tetapi di era teknologi hari ini dimana sudah ada hape canggih dan alarm maka kebutuhan akan 'membangunkan sahur' dengan toa masjid menjadi tidak penting -penting amat. Apalagi jika membangunkan sahur dengan nada -- nada yang tinggi yang sekiranya bisa mengganggu masyarakat malah bisa menimbulkan masalah baru.
Ternyata jauh sebelum heboh pro kontra soal aturan pengeras suara di masjid, Syekh Mutawalli Asy-Sya'rowi ( Ulama Al Azhar, Mesir ) pernah mewanti-wanti agar jangan menghilangkan rahmat yang telah diberikan oleh Allah yaitu dijadikannya waktu malam untuk istirahat sehingga jangan mengganggu dengan pengeras suara yang berlebihan.
Beliau mengingatkan tahapan dzikir yaitu Ingatlah Tuhanmu dalam hatimu. Ini tahap pertama yakni jika engkau sendiri yang mendengar itu namanya dzikir sirri ( samar ) lalu jika orang lain ingin mendengar maka jangan sampai kencang atau keras suaranya melainkan memelankan suaranya. Jadi dari hati, samar lalu tidak mengeraskan suara. Beliau kemudian membacakan Q. S. Al Isra ayat 110 :
"Katakanlah (Muhammad), "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu dapat menyeru, karena Dia mempunyai nama-nama yang terbaik (Asma'ul Husna) dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam sholat dan janganlah (pula) merendahkannya dan usahakan jalan tengah di antara kedua itu."
Dari ayat itu sudah jelas sekali bahwa Agama Islam yang rahmatanlil'alamin memang mengayomi semuanya. Artinya jika kita kritis tentang pengeras suara bukan berarti kita menolak syiar Islam tetapi justru dengan mengatur suara supaya tidak mengganggu itulah syiar Islam, sebab bisajadi ada orang yang sedang susah tidur, ada orang yang lanjut usia, ada yang sedang sakit, ada yang memang butuh sekali tidur yang nyaman dan yang paling penting sebagai Orang Islam jangan sampai kita malah menghilangkan rahmat Allah yakni dijadikannya waktu malam untuk istirahat.
Yang dikritisi disini pun bisajadi bukan soal perkara suara adzan sebab suara adzan masih bisa dimaklumi karena itu memang panggilan sholat yang sangat penting sebagai penanda. Yang dikritisi justru kadang orang yang membaca AlQur'an tengah malam dengan memakai toa padahal ibadah membaca AlQur'an itu ranahnya personal bukan umum sehingga tidak tepat apalagi kalau yang membacanya ternyata kaset rekaman atau suara youtube sedangkan yang menyetel malah tidur atau leyeh-leyeh. Hal ini ternyata pernah ditulis oleh Gus Dur dalam esainya : Islam Kaset dan Kebisingannya ( https://gusdur.net/islam-kaset-dan-kebisingannya/ ) sebuah esai kritik membangun tentang bagaimana harusnya Umat Islam bersikap tentang pengeras suara.
Ternyata aturan pengeras suara juga diberlakukan di Negara lain. Misalnya di Arab Saudi hanya memakai speaker dalam masjid dan hanya boleh digunakan untuk adzan, sholat jumat, sholat ied dan sholat minta hujan. Di Malaysia hanya boleh memakai pengeras suara luar untuk adzan. Di Mesir melarang pengeras suara saat Ramadhan agar setiap umat dapat menjalankan ibadah sholat tarawih dengan tenang. Di India pengadilan Mumbai memantau masjid yang menggunakan speaker secara ilegal. Di Pakistan ( 2015 ) hanya memperbolehkan satu pengeras suara di masjid (2018) memperbolehkan 4 pengeras suara di Punjab. Di Bahrain memberi aturan pengeras suara adzan yang terlalu tinggi dapat dikenakan hukum. Di Uni Emirates Arab batas pengeras suara 85 dB dan warga yang terganggu dapat mengajukan keluhan. ( Tirto.id )
Agama Islam yang rahmatan lil 'alamin harus bisa mengakomodir semuanya. Harus bisa menampilkan keindahan, kesejukan dan keselamatan bagi semuanya. Semoga pro kontra soal adanya toa masjid buat membangunkan sahur ataupun kegiatan keliling remaja sambil bawa bedug buat sahur bisa kita cari solusi bersama. Harus dicari bagaimana baiknya dan bagaimana bijaknya. Semoga yang kita tampilkan adalah rahmatan lil alamin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H