Hari ini dengan mudahnya kita bisa mendapatkan hadits baik lewat offline maupun online, entah itu di pengajian, pondok pesantren, kajian dsb , entah itu yang hanya kalimat semata tanpa perawi yang lengkap ataupun lengkap dengan perawi dan bahasa arabnya, apalagi kini sudah dikreatifkan dengan gambar dan vidio sehingga lebih menarik yang kini tersedia di berbagai aplikasi media sosial.
Pertanyaan saya sederhana, setelah kita mendapatkan hadits secara tekstual lalu bagaimana asbabul wurudnya sehingga hadits itu ada. Apa yang terjadi di zaman dahulu ( kondisi politik, kondisi ekonomi, kondisi cuaca, kondisi masyarakatnya) atau masalah apa yang sedang terjadi sehingga Rosululloh bersabda demikian dan sabda Rosululloh jelas adalah solusi bagi permasalahan umat, kan?
Jika demikian adanya berarti kita membaca sebuah hadits tidak boleh berhenti secara tekstual harus mau tahu minimalnya mengerti apa asbabul wurudnya sehingga akhirnya kita faham bahwa sifat Rosululloh yang ditegaskan dalam Al Qur'an surat at-taubah : 128 memang sedemikian luar biasanya dan cintanya beliau pada umatnya. Bahwa Rosululloh bersabda adalah dalam rangka memberikan solusi bagi permasalahan umatnya.
Jika hadits adalah solusi dari Rosululloh SAW bagi permasalahan umat kala itu berarti ada rentang waktu, arus budaya, kondisi masyarakatnya, ekonominya, politiknya dll yang berbeda dengan hari ini sehingga untuk membaca satu hadits yang lengkap tidak bisa berhenti secara tekstual karena jelas kita tidak akan menemukan kerangka kejadian saat itu sehingga sampai pada Rosululloh bersabda tentang suatu hadits.
Akibat hadits yang dibaca secara tekstual maka bisa saja menjadikan hadits sebagai bahan atau alat klaim pembenaran dirinya sendiri atau demi kepentingannya sendiri tanpa mau meneliti sejarah datangnya hadits itu, ironisnya lagi ada saja yang sampai dijadikan perdebatan dan bahkan pertengkaran. hadits yang awalnya adalah sebagai solusi kini dijadikan ajang cacimaki dan perdebatan. Ini bahaya membaca tekstual.
"Ibarat gelas kosong yang akan diisi air kita harus tahu bahwa air itu akan bermanfaat buat kita dan orang lain bukan malah menjadikannya air beracun" maka sebelum kita membaca hadits diperlukan hati yang bersih sehingga goal setelah membaca hadits adalah dirinya harus lebih baik akhlaknya, harus lebih baik amalnya, lebih sopan santun pada orang lain dan bermanfaat buat orang lain
itu semua akan terjadi jika hadits dirasakan kehadirannya untuk dirinya bukan malah digunakan sebagai pisau untuk menusuk orang lain. Artinya hadits dijadikan pedoman untuk ia memperbaiki dirinya bukan malah dijadikan dalih untuk menghina, mengejek dan merendahkan orang lain.
Maka diperlukan semacam "what next". Setelah kita membaca hadits lalu kebaikan apa yang akan kita lakukan, perilaku baik apa yang akan kita kerjakan dan akhlak apa yang akan kita lakukan.
Apa "what next" mu setelah membaca hadits? Jadi lebih baik atau malah sebaliknya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H