Apakah kita pernah mengalami penumpukan barang dimana-mana ? Berantakan ? Kurang terawat ? Bisa jadi memang kita perlu mengenali barang-barang kita lebih faham lagi.
Dari buku " Seni Hidup Minimalis" karya Francine Jay dikatakan bahwa ada tiga kategori barang yaitu barang fungsional ( barang yang berguna dalam kehidupan sehari-hari kita. Misalnya handuk, baju, tas dll ), barang dekoratif dan barang emosional.
Kita harus memilah dan memilih ketiga hal ini. Semua barang kita pertanyakan kembali, jika tidak ada nilai dari ketiga hal tersebut maka lebih baik dibuang saja. Namun ingat agar barang itu berguna adalah ya barang itu kita gunakan. Kebiasaan salah kita adalah banyak barang yang bisa jadi berguna tetapi tidak kita gunakan. Untuk itu kita bisa memulainya dengan berkenalan kembali dengan barang-barang kita.
ANDA BUKAN BARANG ANDA
Disamping ketiga kategori diatas, ternyata ada barang yang bernilai aspiratif. Barang ini muncul akibat kita termakan bujuk rayu iklan-iklan. Barang-barang ini pula yang membawa imaji kita, seolah-olah mengangkat derajat kita dan memberikan citra pada diri kita. Akibatnya barang ini tidak bernilai guna sebab bisa jadi barang yang seharusnya dibeli macam barang fungsional malah terabaikan.
Misalnya, membeli motor yang mahal padahal kita tidak cukup uang untuk membelinya. Solusinya kita membelinya dengan sistem kredit. Akibatnya kebutuhan fungsional kita malah terabaikan dan semacam memasuki jurang yang dibuat oleh kita sendiri. Namun jangan kaget mengapa sifat aspiratif dan citra muncul ? Jawabannya sebab produsen motor sudah menghabiskan dana yang besar agar meyakinkan kita seolah-olah bercitra tinggi. Padahal kita tahu fungsi motor pun sama yakni mengantarkan dari tempat A menuju tempat B.
Dorongan membeli atas dasar termakan citra iklan sudah merambat keseluruh lini kehidupan dari produk kecantikan, produk makanan sampai jasa traveling. Yang perlu digarisbawahi adalah barang kita bukanlah keluar dari citra iklan tetapi memilih dari fungsional barang itulah kuncinya. Belilah atas dasar kebutuhan, Jangan keinginan. Sebab keinginan seringkali hadir sekelabat akibat bujur rayu iklan -- iklan.
Padahal semakin banyak barang semakin merepotkan diri kita, apalagi jika barang itu hanya sekedar barang aspiratif yang fungsinya tak seberapa. Tidak mudah memang berfikir minimalis di dunia lautan iklan yang menjejali kita tiap detiknya, ironisnya lagi kita juga terjebak diskon -- diskon dan harga murah walau kita faham bahwa barang itu tidak fungsional dalam hidup kita. Ujung -- ujungnya kita membeli barang yang tidak berguna dan menyesal membelinya.
Percayalah bahwa kita tidak butuh barang -- barang yang hanya sekedar mengejar citra sebab seringkali hal ini malah membuang waktu berkualitas dengan keluarga. Bukan setumpuk hadiah mewah yang menjadikan hari-hari kita penuh kesan, melainkan berkumpulnya kita dengan orang-orang yang kita cintai. Membeli produk mewah dengan tawaran layaknya seleb pun tidak akan membuat kita menjadi seleb. Cobalah lihat dari sisi lain : jika hal-hal yang dijanjikan dari aspiratif barang itu belum terwujud, mungkin memang sudah saatnya kita melepaskannya.
SEDIKIT BARANG = SEDIKIT STRES
Percaya atau tidak bahwa semakin sedikit barang maka semakin sedikit stres. Mengapa ? Untuk membeli satu barang saja kita memerlukan banyak energi dari proses pembelian, tabungan yang harus dijebol, pergi ke toko, menyimpan, menggunakan, merawat, bahkan ada yang sampai mengangsuransikan. Bayangkan kalau kita punya seratus barang, berapa energi yang kita perlukan yang tanpa sadar malah mengurangi momen penting bersama keluarga dan teman.