Lihat ke Halaman Asli

Em Amir Nihat

Penulis Kecil-kecilan

Kuli Sepotong Tawa

Diperbarui: 30 Oktober 2018   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di Auditorium ibukota terselenggara Acara Tawa Nasional yang kini sudah memasuki babak tiga besar. Peserta diharuskan membuat penonton tertawa walaupun mereka harus mengorbankan dirinya menjadi orang gila. Entah gerangan apa justru kini yang terkenal malah orang yang berlagak seperti orang gila.

Salah satu dari ketiga hal itu adalah warga Dusun LupaHati yang bernama Kang Dudu. Profesi seharinya sebagai Kuli Bangunan. Ia nekad mengikuti audisi tawa nasional hanya bermodalkan cerita kuli sehari-hari.

Sebuah layar besar terpampang dengan gambar sebuah rumah yang sedang direnof oleh para kuli bangunan. Seseorang lelaki muncul dari belakang layar itu memakai baju layaknya kuli.

Tepuk tangan menggema seisi ruangan. Para juri bersiap-siap terpingkal-pingkal oleh ucapannya. Riuh sekali sampai-sampai teriakan demi teriakan semakin histeris. Bukan karena takut atau pusing tetapi teriakan tawa nasional yang menyulap tawa menjadi gila. Menyulap bodoh menjadi artis. Menjelmakan basi menjadi busa legit terpingkal. Menyindir hati menjadi hura. Menghabiskan waktu demi sepotong tawa. Menghina menjadi bahan tertawa.

" Ada iklan diabetes yang menggambarkan kebanggaan anak kepada bapaknya. Bapak saya pilot, aku ingin seperti bapak, tetapi gara-gara diabetes untuk pertama kalinya aku tidak ingin jadi bapak. Iklan ini menarik karena pilot coba kalau kuli. Bapak saya kuli... Aku ingin seperti bapak.. "

Penonton tertawa terbahak-bahak dengan ucapan nyleneh nan jujur itu. Juri pun dibuat terpingkal-pingkal dari ucapan itu.

Di Gazebo, seorang lelaki tua ketua partai sedang menonton acara itu melalui streaming vidio. Rumahnya sedang direnof oleh kuli bangunan. Salah satu kuli yang sedang memperbaiki atap mengintip dibalik celah lubang. Ia menghela nafas panjang setelah yang dilihatnya adalah guyonan kepada kuli

"Jiahaha lucu benar kau Kang Dudu. Kuli oh Kuli.. Hahahahaha "

Kuli yang sedang memperbaiki atap itu menghayal nasibnya jadi kuli.

"Dikau menertawakan kuli. Sambil membela diri, dikau katakan bahwa menertawakan kuli bukan menghina kuli. Apa bedanya! Menertawakan kuli itu wujud menghina kuli! Apa salahnya jadi kuli! Pekerjaan kami halal, kami tidak menipu seperti dikau wahai lelaki tua ketua partai yang mencuri uang rakyat! Sambil tertawa terbahak-bahak dibenakmu kau anggap pekerjaan kami hina dina. Sambil tertawa terpingkal kau anggap pekerjaan kami orang miskin. Dikau masih waraskah? Dikau punya hati nurani, tidak? Apa jadinya jika kuli menonton acara itu? Bagaimana perasaannya saat kuli dijadikan bahan tertawaan renyah kaum berduit? Bagaimana perasaan anak dan keluarga dari kalangan kami? dikau ini! Kau hina kemiskinan tetapi dikau diam saat ada kedzoliman! dikau ini! Kau jadikan pekerjaan kami sebagai ajang memperkosa tawa nasional! dikau ini! Sungguh ....... dikau ini!"

Dan tertawa itu semakin menjadi-jadi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline