Lihat ke Halaman Asli

Em Amir Nihat

Penulis Kecil-kecilan

Selawat, Alam dan Lestari

Diperbarui: 3 Agustus 2018   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kita semua sudah paham bahwa Televisi yang katanya apa adanya ternyata ada apanya. Kalau belum jelas baca Tulisan " aku penyihir, aku televisi". Dibalik semua itu kita tidak bisa mengerem hobi nonton ini. Terutama ibu- ibu rumah tangga yang baper sekali kalau nonton sinetron. Belum adek-adek kita yang menggemari ftv tentu kita tidak bisa mengerem hal itu. Ucap Pak Cokro

"Tetapi walau begitu, kita harus tahu nonton tivi yang sehat yang bagaimana. Ada tiga hal : Jaga jarak nonton tv jangan terlalu dekat, pencahayaan harus terang saat nonton tv jangan hanya layar tv yang menyala saja sebab pandangan kita akan cepat letih dan tentunya Jangan terus-terusan nonton tv harus ada jeda mata kita istirahat. Pas iklan kan kita bisa memejamkan sejenak." Tan membalas

Mereka mengobrol di Kafe Stasiun Kopi. Tan memesan Kopi Vietnam sedangkan Pak Cokro memesan kopi luak. Banyak suguhan kopi disitu ; Kopi Palembang, Kopi Aceh dan lain sebagainya.

Sambil melihat layar tv yang kini sedang diputar chanel sholawatan. Tentu hal ini bisa diambil bahan diskusi. Diantara manfaat adanya sholawatan dan sisi sholawatan yang pas adalah:

  1. Mengikuti Sunah Nabi, 
  2. Berkah
  3. Ulama, Umara dan masyarakat terlihat guyup rukun sebab terikat pada satu ikatan yakni sholawat. Lain cerita jika itu pengajian atau kajian yang karena menggunakan media fikiran yang tentu bisa memunculkan beda pendapat malah bisa terjadi kesalahpahaman.
  4. Jika ada yang membaca Alqur'an ataupun sholawat dimohon jangan merokok. Kita hormati dan cintai Nabi Kita. Lhawong kalau upacara bendera saja kita sigap, anteng dan khusyu masa kita tidak mau menghormati Alqur'an dan Rosululloh SAW
  5. Tholangal badru itu khusus untuk Nabi Muhammad SAW jadi sangat tidak tepat kalau ada Kyai naik mimbar dibacakan tholangal badru
    Mendapatkan banyak kebaikan" Ucap Pak Cokro menjelaskan secara rinci manfaat dan sisi sholawatan yang pas.

Dari Paparan itu Tan bertepuk tangan merasa bahwa Pak Cokro memang banyak tahu hal terutama persoalan agama. Tentu ini bagus sebab Tan memang pemuda yang mualaf, tepatnya ia baru 1 tahun mengenal Islam.

Lalu disisi lain tanpa mereka sadari chanel tv dirubah oleh seseorang yang baru datang. Kali ini chanel yang menceritakan masyarakat adat Boti.

"Belajar dari Suku Boti. masyarakat Boti sangat peduli, jika ada yang salah satu warga yang mencuri di desa tersebut maka pencuri itu tidak akan dihakimi secara fisik. Namun si pencuri tersebut akan dibantu warga dengan diberikan benda yang sama dengan yang ia curi. Hal ini mungkin karena masyarakat Boti memiliki pemikiran bahwa ketika ada yang mencuri berarti ia sedang dalam keadan sulit dan sangat membutuhkan. Sehingga sebagai suku yang sama, sudah merupakan kewajibannya untuk membantu. Tentu hukuman ini menjadi pembinaan. "

"Dilarang berburu hewan di kawasan perkampungan boti, ini bertujuan untuk menjaga hewan-hewan agar lestari hidup di tanah boti, dan tidak punah. Jika ingin berburu, maka itu dilakukan di luar perkampungan boti. Tentu ini menjadi pelajaran untuk kita untuk melindungi dan menyayangi hewan. Bagaimanapun mereka juga makhluk hidup yang juga punya hak untuk hidup. Jika dibandingkan dengan Orang-orang Perkotaan yang mengaku Terpelajar nyatanya kita harus mengakui bahwa mereka lebih beradab dan juga sangat perduli dengan alam. Mereka juga cinta kebersihan. Bagaimana dengan kita yang acap kali buang sampah seenaknya sendiri." Kali ini Tan berbicara bagai hujan deras yang mengguyur bumi

Pak Cokro sejenak berfikir, ia tampaknya ingat suatu hal.

" Hemmm... Di Daerah Sunda juga ada Namanya Kasepuhan Ciptagelar. Dari Kasepuhan itu saya belajar bahwa hidup sederhana dengan mengandalkan alam ternyata sudah membikin bahagia. Sayangnya datang Imperialis dari Barat yang mencocoki akal kita dengan Kapitalisme sehingga pandangan kita kini berubah total yakni hanya uang saja. Dan hebatnya lagi adalah panen padi setahun bisa untuk tiga tahun. Berbanding terbalik dengan Mayoritas masyarakat kita yang justru panen setahun hanya cukup untuk 6/7 bulan sehingga menanam pun harus dua kali. Mungkin mereka sangat menghormati alam terutama sawah mereka. Tidak dengan kita yang mencocoki alam dengan bahan kimia. Semoga sih kita bisa belajar dari mereka ya."

Sambil kebul-kebul rokokan mereka kini menyeduh kopinya masing-masing.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline