Lihat ke Halaman Asli

Pemerintah Targetkan Proses Dwelling Time di Seluruh Pelabuhan Indonesia Menjadi 2,5 Hari

Diperbarui: 18 Oktober 2016   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dwelling time adalah ukuran waktu yang dibutuhkan kontainer impor, sejak kontainer dibongkar dari kapal (berthing) sampai dengan keluar dari kawasan pelabuhan (gate out). Proses dwelling time terbagi dalam tiga tahapan yang meliputi aktivitas bongkar, penyimpanan dan penyiapan dokumen peti kemas di pelabuhan (pre customs clearance), aktivitas kepabeanan (customs clearance), dan pengangkutan serta pembayaran yang melibatkan perbankan (post customs clearance). 

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada Juni 2015, penanganan proses impor barang di Pelabuhan Tanjung Priok membutuhkan waktu 5,5 hari dengan rincian sebagai berikut, precustoms clearance selama 3,6 hari, dilanjutkan dengan customs clearance selama 0,6 hari, kemudian yang terakhir adalah post customs clearance selama 1,3 hari.

Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono menyebutkan bahwa per September 2016, dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok selama 3,35 hari, Pelabuhan Makassar selama 3,57 hari, Pelabuhan Belawan selama 4,3 hari, dan Pelabuhan Tanjung Perak selama 4,72 hari. Dwelling time tersebut dinilai turun dari bulan-bulan sebelumnya di tahun 2016. Semua pihak operator dan regulator pelabuhan, termasuk seluruh direksi Pelindo, telah dikumpulkan Menteri Perhubungan untuk menyamakan upaya penurunan dwelling timeyang ditargetkan mencapai 2,5 hari. Untuk mencapai angka tersebut, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukumnya yang akan selesai hingga 1 bulan ke depan. 

Nantinya, implementasi penurunan dwelling timetersebut diterapkan 2 minggu setelah Perpres-nya diterbitkan. Sementara itu, Direktur Utama Pelindo II RJ Lino pernah mengatakan bahwa salah satu penyebab masih lamanya dwelling time karena delapan kementerian terkait belum terintegrasi. Tentunya hal ini akan menyulitkan kedelapan kementerian untuk berkoordinasi sehingga menyebabkan tidak tercapainya target dwelling time.

Dwelling time di Indonesia merupakan yang terlama dibanding negara ASEAN lain, seperti Singapura, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Sebagai perbandingan, dwelling time di Indonesia masih mencapai 4-5 hari, sedangkan Singapura memiliki model pelabuhan sebagai pelabuhan transit yang memungkinkan satu hari bongkar muat langsung keluar dari pelabuhan. Thailand dan Vietnam, butuh waktu 2-3 hari dan di Malaysia 1-2 hari. Lamanya dwelling time di Indonesia disebabkan oleh terbatasnya infrastruktur, masih sulitnya akses ke pelabuhan, serta belum adanya sistem yang terintegrasi sehingga prosedur dwelling time masih harus face to faceyang memungkinkan adanya oknum petugas yang bermain, biasanya dengan melakukan pemerasan terhadap pengusaha di tiap pelabuhan Indonesia. 

Aksi pemerasan ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan memiliki dampak buruk terhadap beberapa aspek, terutama pada aspek ekonomi dimana dapat mengancam stabilitas perekonomian nasional. Lamanya dwellingtime akibat banyaknya alur birokrasi menyebabkan penumpukan peti kemas di pelabuhan, sehingga memunculkan pengendalian barang oleh kartel dan mafia dengan memainkan harga barang di pasar. Hal ini juga berpengaruh terhadap volume impor yang meningkat daripada volume ekspor, bahkan lebih buruk lagi dapat menyebabkan inflasi.

Ketegasan pemerintah untuk menindak oknum petugas yang terlibat dalam aksi pemerasan dwelling time sangat diperlukan guna memberikan efek jera kepada oknum petugas tersebut dan mencegah terulangnya kejadian serupa oleh petugas pelabuhan lainnya di kemudian hari. Selain itu, pemerintah juga perlu memangkas alur birokrasi yang melibatkan delapan kementerian terkait dengan membuat kebijakan berupa sistem yang terintegrasi sehingga mempermudah koordinasi antar kementerian dan target dwelling time selama 2,5 hari dapat tercapai.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline