Tahun 2005 merupakan waktu bersejarah, kenapa tidak disaat itulah mulai melaksanakan rutinitas sebagai seorang santri di Pondok Pesantren Mathlaul Khaer Cintapada, Cibeureum Kota Tasikmalaya, dan ini adalah anugrah indah yang Allah berikan kepada saya. Ada momen istimewa yang membuka mindset saya terbuka lebar untuk memahami hakikat seorang guru, kala itu sedang mengikuti kajian pekanan setiap hari kamis bersama Mama Sepuh ( K.H Yusuf Faqih ) sosok karismatik panutan seluruh santri Semoga Allah melimpahkan rahmatnya kepada beliau, Tepat ba'da subuh seluruh santriwan dan santriwati berbondong-bondong memenuhi Aula utama pondok untuk menerima petuah hikmah dari sang Murabbi, Beliau memaparkan sebagian Bab dari Kitab Ta'limul muta'alim,sebuah kitab klasik yang penuh dengan mutiara hikmah akan kesucian Ilmu. Mama Sepuh dengan lantang menjelaskan hakikat ilmu, hukum mencari ilmu dan keutamaan ilmu, beliau membacakan sebuah Hadist Nabi yang berbunyi :
( )
"Nabi SAW bersabda ;
- Jadilah engkau orang berilmu, atau
- Orang yang menuntut ilmu, atau
- Orang yang mau mendengarkan ilmu, atau
- Orang yang menyukai ilmu. dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka" (HR. Baihaqi).
Hadits di atas memerintahkan kepada kita agar menjadi 'Alim (orang berilmu, guru, pengajar, ustad, kyai). Jika belum sanggup, jadilah Muta'alliman (orang yang menuntut ilmu, murid, pelajar, santri) atau menjadi pendengar yang baik (Mustami'an), paling tidak menjadi Muhibban pecinta ilmu, simpatisan pengajian, donatur yayasan, lembaga dakwah dan pendidikan dengan harta, tenaga, atau pikiran, atau mendukung majelis-majelis ilmu
Rasul SAW menegaskan, jangan jadi orang yang kelima (Khoomisan), yaitu tidak jadi guru, murid, pendengar, juga tidak menjadi pecinta ilmu. Celakalah golongan kelima ini. "Fatahlik!" maka celakalah kamu.
Hadits ini yang memotivasi hati saya untuk terus bergerak dan berikhtiar menjadi seorang guru. Sosok guru memang tak akan pernah kehabisan cerita, tak mungkin dihilangkan dari perjalanan manusia, serta tak lekang oleh zaman untuk dikenang, selalu erat dalam kehidupan. Kenapa ?
Ada Beberapa hal yang menjadi faktor utama mengapa sosok guru begitu mempesona adalah nilai-nilai luhur yang mengakar kuat pada pribadi guru, yang menjadi lentera di kegelapan. Guru adalah profesi mulia yang sosoknya mesti memiliki kewibawaan dan bijaksana.
Seorang guru juga harus berbekal lisan tajam,lisan yang akan mampu merobek dan menghujamkan hikmah ke dalam sanubari muridnya saat memberikan petuah dan nasihat . Dia akan didengar dan diteladani oleh muridnya, tentu saja sebab hatinya yang bersih dan ikhlas. Selain itu tentu sosok guru mestilah memiliki otak brilian, menggenggam wawasan atau cara pandang luas, kreatif dan penuh inovasi positif agar menghadirkan kualitas pembelajaran yang bermakna, alhasil dari kecerdasan guru lahirlah sosok siswa yang hebat dan tangguh. Kesemua itu hadir menjelma sebagai nilai-nilai agung yang harus dimiliki guru.
Namun, satu poin yang tak kalah penting ialah ekses dari nilai agung guru. Apa itu? Tak lain tak bukan akibat dari perbuatan-perbuatan baik dilakukan guru, akan menimbulkan hal baik pula, yaitu kehidupan yang dijalani oleh guru tersebut akan berlimpahkan keberkahan. Ya, berkah! Berkah menurut Imam Ghazali adalah ziyaadatul-khoir atau kebaikan yang bertambah, berkembang serta langgeng terus.
Setiap detik, setiap hari, bertambah terus kebaikannya, setiap ilmu yang diamalkan akan menjelma menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir meski jiwa dan raga sudah tiada, keistimewaan inilah yang tidak dimiliki oleh profesi lainnya. Berbanggalah menjadi seorang guru sosok pahlawan tanpa tanda jasa dengan semangat keikhlasan mencerdaskan kehidupan bangsa dalam melahirkan generasi unggul dan berkarakter. Dan kebaikan yang dilakukan itu atas ketaatan kepada Allah Swt.