Lihat ke Halaman Asli

Luthfan Aufar

Mahasiswa FISIP Uhamka

Sanksi Sosial dalam Jeruji Digital

Diperbarui: 1 Februari 2021   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tema : Efek Komunikasi Massa

Kasus pelecehan seksual dan kekerasan seksual tidak pernah luput oleh zaman, selalu ada pelaku yang bertindak melakukan pelanggaran asusila tersebut. Setiap tahunnya angka kasus pelecehan seksual selalu naik, dampaknya korban-korban akibat dari pelecehan seksual juga semakin banyak, namun populasi pelaku yang ditangkap dan dihukum sesuai norma, hanya sedikit yang terkuak oleh media dan masyarakat.

Tak jarang juga banyak media yang malah mengekspos para korban pelaku kekerasan seksual hanya untuk mendapatkan spotlight yang bagus dalam engangement redaksi yang mereka emban, tetapi sebaliknya para pelaku yang melakukan tindak pelecehan seksual justru identitasnya dirahasiakan atau hanya sekedar menggunakan inisial saja, beda penanganan dengan pemberitaan korban yang justru malah diekspos identitasnya, serta korban pun harus memboyong rasa malu dari lingkungan sekitar, teman-teman dan keluarga besarnya. pathetic.

Disisi lain, para korban dari tindak pelecehan seksual dan kekerasan seksual, biasanya tidak bisa langsung membicarakan apa yang telah ia lalui, karena ada efek traumatis dan ketakutan pribadi terhadap seseorang atau tempat yang menjadi latar pelecehan seksual tersebut. Efek traumatis ini bisa menjadi jangka panjang apabila rasa trauma para korban terus dipendam hari demi hari, minggu demi minggu hingga bertahun-tahun. Faktor lain yang menjadi penyebab para korban tidak berani untuk speak-up adalah, takut akan disalahkan oleh orang-orang sekitar dan keluarganya.

Pola piker yang perlu diubah oleh masyarakat Indonesia adalah, bahwa tindak pelecehan seksual bukan disebabkan oleh pakaian yang dikenakan oleh korban. Buktinya banyak sekali pelecehan seksual yang melibatkan perempuan-perempuan dengan pakaian yang tertutup, tandanya bukan pakaian yang salah, namun pikiran pelaku yang tidak bisa dijaga dan nafsu mereka yang perlu dikendalikan agar tidak bertindak seenaknya pada orang lain, yang bisa merugikan orang lain dalam aspek psikis, fisik dan materi.

Akhirnya karena sudah sangat banyak korban dari tindak pelecehan seksual, banyak orang yang mulai tergerak hati dan pikirannya untuk memberi hukuman yang setimpal untuk para predator seksual tersebut. Dalam platform twitter, dicatat mulai dari awal 2020 hingga saat ini, sudah cukup banyak para korban pelecehan seksual dan kekerasan seksual sudah berani untuk speak-up menceritakan kronologis kasus pelecehan seksualnya ke khalayak, lalu banyak orang yang akhirnya mendukung korban untuk melaporkan pelakunya, menge-tag komnas perempuan untuk dibantu lepas dari bayang-bayang pelecehan seksual, serta memberi energi positif untuk korban agar bisa bangkit dari rasa traumatis tersebut.

Dampak dari kejadian speak-up seperti ini adalah, mulai dari foto hingga identitas lengkap pelaku pelecehan seksual disebarkan ke publik, agar memberi rasa jera yang mendalam bagi para predator seksual, agar tidak melakukan tindak pelecehan dan kekerasan seksual lagi dikemudian hari. Hal ini dilakukan korban dan orang-orang yang mendukung korban, agar pelaku-pelaku kekerasan seksual tersebut, bisa mendapat hukuman di masyarakat, karena semakin banyak orang yang melihat foto-foto dan identitas pelaku, maka nama baik pelaku akan semakin buruk dimata banyak orang atas ulahnya tersebut.

Jeruji Digital yang menjadi wadah untuk menghukum para predator seksual merupakan hukuman yang paling pas, karena jejak digital tidak akan pernah hilang. Apalagi kalau sudah jutaan orang yang melihat foto dan identitas pelaku tersebut, maka kemungkinan besar para predator seksual ini akan sulit diterima dimasyarakat, ditolak oleh banyak perusahaan, ditolak di lingkungan sekitarnya. Itu semua adalah efek dari Jeruji Digital yang bisa memberi hukuman yang dahsyat bagi para pelaku kekerasan seksual atau para pelaku tindak kejahatan lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline