Era Digitalisasi, semakin tak terbendung. Dengan pesatnya inovasi-inovasi baru terkait teknologi. Banyak bermunculan terobosan baru yang berbasis teknologi atau digital, dalam memenuhi dan menyesuaikan kehidupan. Yang kemudian menjadi sebuah keharusan, bagi setiap orang untuk mengikuti arus tersebut.
Awalnya, teknologi digital hanya sebatas hiburan atau hanya kebutuhan yang bersifat terbatas. Namun, seiring berjalannya waktu, teknologi digital menjadi sebuah keharusan dalam memenuhi kebutuhan hidup masa kini. Bahkan, menjadi sebuah candu, khususnya dikalangan generasi muda. Nah, hal ini, seakan menyebabkan atau memaksa untuk menciptakan peradaban baru, yakni peradaban Digital yang menurut saya tidak lagi bernilai estetika emosional.
Kenapa.? Jelas, kecenderungan dan ketergantungan pada digital mempengaruhi terhadap nilai-nilai estetika emosional. dengan merosotnya etika emosional yang tanpa disadari secara sikis karena ketergantungan atau candu terhadap teknologi digital. Sederhananya, seperti, ketemuan sama pacar, setelah ketemu salah satu sibuk main Handphone, sekalipun satunya berbicara kesana-kemari. Tanpa disadari dengan lawan bicara tetap main handphone, yang berbicara merasa tidak dihargai dan akan merasa risih dan tidak nyaman. Dan hal ini, juga akan terjadi di berbagai konteks, baik forum kajian maupun forum reunian dll.
Nah, ini bisa dikatakan sebuah problem tanpa kita sadari yang kelihatannya seakan bukan sebuah problem. Namun, ini akan menuju pada terciptanya kesenjangan emosional. Sehingga, nilai-nilai estetika emosional yang dimaksud akan semakin surut dan melahirkan dogma berpikir Negatif.
Dan ini tidak bisa dipungkiri bahwa digitalisasi akan menyeret kita pada peradaban tanpa sadar yang Amoral dengan gemelut ketergantungan atau kecanduan pada teknologi digital dalam hal ini smartphone. Nah, oleh karena itu, perlu tentunya kita menyadari bahwa smartphone itu adalah kebutuhan, tapi, di konteks tertentu adalah gangguan. Artinya, jangan sampai smartphone ini dijadikan sebuah candu. Sesuaikan dengan kebutuhan dan konteks tertentu. Misalnya, ketika berada disuatu forum yang sifatnya pembicaraan dengan orang yang lebih tua, alangkah baiknya, untuk tidak menggunakan smartphone agar secara etika emosional menghargai si pembicara.
Sebagai generasi penerus bangsa, mari sesuai diri pada zaman modern yang serba digital ini, agar tidak tertinggal. Dan, mari juga menyadari bahwa dalam konteks tertentu kita harus menunjukkan bahwa kita adalah Bangsa yang berkarakter Kemanusiaan yang adil dan beradab. Agar kedepannya, Bangsa yang beridentitas dan Indonesia yang jaya di mata dunia modern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H