Lihat ke Halaman Asli

Mift

Profile

Keadilan sebagai Kata Benda Tidak Nyata

Diperbarui: 7 Juni 2020   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika keadilan adalah kata benda tidak nyata maka adil adalah menjadi kata sifat tidak nyata pula.

Keadilan adalah dambaan sebagian besar, kalau tidak seluruh, manusia. Tapi keadilan  hanya layak untuk diimpikan karena sesungguhnya keadilan hanya ada di dunia maya yang tidak ada wujudnya. Setidaknya ketidaknyataan keadilan itu benar-benar nyata ketika kita mengharapkannya dari manusia di alam nyata ini.

Sesungguhnya keadilan adalah hanya milik Allah, dan, demi Allah, Dia lah yang bisa berlaku adil kepada kita, manusia, dan kepada seluruh mahluk ciptaanya. Allah itu Al-'Adl yang artinya adil, seimbang, tidak berat sebelah. Selain 'adl, Dia juga menggunakan kata qish dan mizan dalam Al-Quran.

Kalau keadilan itu tidak berwujud, dan otomatis, tidak ada wujudnya mengapa pula kata itu menjadi salah satu kata yang ada dalam perbendaharaan kata kita? Atau mungkin juga keadilan itu ada tapi kita tidak pernah mendapatkannya, pun merasakannya.

Mungkin juga keadilan itu mirip dengan kesempurnaan dalam hal mendapatkan dan merasakannya. Kata itu ada, dicari, tapi tidak pernah ditemukan apalagi dirasakan.

Allah menyuruh kita berlaku adil. Itu berarti keadilan itu seharusnya nyata, dong? Keadilan itu sesungguhnya ada, maka dari itu Allah maha adil. Tapi apakah keadilan itu juga nyata? Itu juga benar. Kita sudah, sedang, dan akan selalu diperlakukan adil oleh yang maha adil!

Tapi, sudah kah manusia berlaku adil? Atau paling tidak adakah manusia yang berlaku adil? Sudah kah diri kita berlaku adil?

Mungkin para pengambil keputusan banyak yang tidak menjadikan keadilan sebagai dasar dalam pengambilan keputusannya. Dan mereka pun mengakui dalam hatinya bahwa mereka berlaku tidak adil. Mereka masih terlalu mementingkan diri dan kelompoknya, keluarganya, dan orang-orang yang punya "saham" dalam proses dia menuju kursi pengambil keputusannya.

Tapi saya tidak zero optimis. Masih tersisa keyakinan dalam diri ini kalau di antara para pemimpin di negeri ini, baik pemimpin pemerintahan atau pun pemimpin agama, pemimpin organisasi, dan pemimpin perusahaan yang bertanggungjawab terhadap ratusan juta, puluhan juta, hingga kelompok yang berisi belasan orang atau kurang dari sepuluh orang, yang masih memiliki idealisme. 

Banyak di antara mereka yang berkeinginan dan menjalankan perintah Allah untuk berlaku adil. Mereka takut untuk berlaku tidak adil karena kelak dia harus mempertanggungjawabkan ketidakadilan nya itu. Dan banyak di antara mereka sudah berlaku adil dan merasa sudah berlaku adil walaupun banyak rakyat, anggota organisasi, jemaah keagamaan, dan karyawan perusahaan merasakan ketidak adilan dari pemimpin-pemimpin mereka.

Jadi, apakah  tulisan ini semata-mata untuk mematahkan pernyataan dalam judul tulisan? Tidak masuk akal!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline