Lihat ke Halaman Asli

Mencari Cawapres

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Othak-Athik Gathuk

Dalam jagad perpolitikan berlaku suatu hukum, kalau tidak bisa melawan/menghancurkan hya bergabung atau beli. Dalam fenomena Jokowi ketika pamor Jokowi sedang menanjak ada  berbagai cara untuk menghancurkan dengan berbagai hujatan yang terkesan masuk akal. Sayangnya usaha ini sia-sia belaka bahkan Jokowi lovers semakin mendalam “cintanya” dan siap melawan dengan berbagai argumen dan cara.

Mengingat waktu menuju pemilu semakin pendek usaha-usaha “mematikan” Jokowi sudah semakin sulit. Maka strategi yang digunakan adalah mengunggah berbagai survey yang mencoba memasangkan Jokowi dengan tokoh-tokoh potensial mulai dari Jusuf Kalla sampai Prabowo.

Dalam hasil survei Indobarometer menunjukkan apabila Jokowi dan JK berpasangan dengan simulasi 4 Capres dan Cawapres akan menduduki posisi teratas. Dengan pendulangan suara mencapai 36 persen (Detiknews,Rabu, 12/03/2014).

Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) membuat simulasi pasangan capres-cawapres. Dari beberapa simulasi, pasangan terkuat adalah saat Jokowi diduetkan dengan Prabowo Subianto, baik sebagai capres maupuncawapres. SSSG melakukan survei pada 10 Februari hingga 5 Maret 2014. Jumlah sampelnya 1.250 orang yang berasal dari 10 kota besar, yaitu DKI,Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, Makassar, DIY, Palembang, Denpasar, dan Balikpapan. Hasilnya, semua tokoh itu akan moncer jika dipasangkan dengan Jokowi. Elektabilitas paling tinggi didapat jika Prabowo sebagai capres dan Jokowi capresnya. (Detik, Kamis, 13/03/2014)

Ada juga yang nekat mencalonkan Jokowi dengan Ahok. Selain Lurah Susan (Lurah Lenteng Agung) harapan yang sama disampaikan oleh Lasro Marbun yang kini menjabat Kepala Dinas Pendidikan Jakarta. Menurut dia kepemimpinan Jokowi dan Ahok adalah dwitunggal yang jarang ada. Keduanya tetap terlihat akur dan tidak terlihat ada perpecahan. Pasangan ini jadi anomali pernyataan Kementerian Dalam Negeri bahwa 93 persen kepala daerah umumnya pecah kongsi dengan wakilnya.

Dari berbagai survey tersebut ada gejala yang signifikan ketika signal-signal yang disampaikan oleh orang-orang PDIP dan orang-orang yang dekat dengan Jokowi deklarasi pencapresnya semakin jelas para politikus mulai mengarahkan rekayasa melempar bola ke arena memasangkan tokoh-tokoh tertentu sambil mencoba meraih keuntungan politik. Kalkulasi politik sekarang pendulumnya sudah mulai bergerak mencoba mengambil untung dengan berusaha menjadi “bagian” dari Jokowi (termasuk PDIP tentu saja).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline