Lihat ke Halaman Asli

Rudi Handoko

Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Jangan Ikut Babi Merebung

Diperbarui: 23 April 2016   11:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada zaman dahulu...

Dulu, kalau hendak ikut pergi ke hutan atau kebun yang dah hijau rimba macam hutan, orang-orang tua slalu banyak berpesan petuahnya. Semua dipadahkan sebagai tatacara dan adab supaya ndak silap jika dah di dalam hutan.

"Di dalam hutan nanti, jangan suke ngomong sembarangan yee. Jangan bepisah jaoh-jaoh, jangan begurau belebihan. Mun maok bekencing pun, jangan sembarangan, bepadah dolok, trus pilih tempat yang ndak rawan." Itu salah satu padahannya.

Trus, "Jangan pekiskan tetumbuhan kayu, ranting dan daon sembarangan yee. Kalaupun mo nebas merimba e untuk mbuat jalan, hanye sebatas untuk mbuat jalan. Jangan maen sembarang rudu. Hakikatnye tetumbuhan tuu pun benyawe, mun dah sembarangan, kite dah merusak." Itu pempadahan berikutnya.

Kemudian, "Kalau maok ngambik buah-buah, pilih yang dah bujor masak atau sedang masak e, jangan yang gik putik-putikpun diambik. Mun maok mungut paku', mungut kulat, kejunjong, merebong dan sebagainye, secukupnye yak dan kire-kire mampu terabiskan makannye, nanti kebebanyakan ngambik, membazir." Itu cerita lanjutannya.

Pergi ke hutan, begitu balik, banyak yang bise diambil, dipetik dan dipungut. Hutan memberi banyak, bahkan tanpa perlu kita menanam dan merawat, kecuali sebangsa buah-buahan (bukan buah-buahan liar hutan) dan tanaman-tanaman kebun.

"Kau tengok am tuu, batang kayu yang dah burok lapok yaak masih bemanfaat dan memberi, tumboh kulat, kejunjong yang boleh kite makan." Demikian kesah selanjutnya.

"Haaa, paku' tuu, mun dah dipungut, liatlaah tige empat hari agik, dah ade gik pucoknye yang baru, siap dipungut agik." Begitulah hutan menyediakan untuk kita dengan free percuma alias gratis.

Di rumpun buluh yang tumbuh menjulang, ada tunasnya, yang dikenali bernama rebung yang sering juga diambil untuk sayuran. Mengambilnya pun mesti pandai, jangan sampai merusak rumpun. Sehingga dikenal pepatah, "Jangan seperti mengikut babi merebung." Istilah babi merebung itu mencontohkan kepandiran, ikut-ikutan tapi bodoh. Sebab kalau babi mencari rebung itu justeru merusak, dicungkit-digali tanahnya, dirudu batangnya dan dirusaknyalah si rumpun buluh. Dah begitu, ndak cukup sedikit tapi rakus. Demikianlah perlambang insan yang tak belajar cukup dan puas, timbul rakus berkawan loba dan tamak. Sejatinya itulah pandir!

Dan, setelah sekian tahun... Ketika loging dan perkebunan besar masuk. Tidak perlahan tapi pasti, kehidupan masuk hutan dengan beradab, mengambil, memetik dan memungut hasil hutan itupun punah ranah. Sebab hutan dah pun ranab. Kerna apa? Kerna "babi merebung," dan banyak yang setuju ikut "babi merebung." Mengapa? Sebab si pandir yang memberi izin, pada yang tamak mengeksploitasi, yang culas ikut mengamankan. Semua kerna mengikut tabiat "babi merebung."

Selamat Hari Bumi (Kemarin).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline