Lihat ke Halaman Asli

Rudi Handoko

Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Islam dan Ikon Pendidikan Indonesia

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di suatu grup WA, seorang senior mengirim sebuah pernyataan sekaligus pertanyaan, demikian... "Terkejut suara azan Dzuhur, berkelebat sebuah "pertanyaan bodoh." Jika HOS Cokroaminoto "Guru Bangsa," kenapa Ki Hajar Dewantara yang jadi "Bapak Pendidikan?" Paradoks....???"
Membaca hal itu, terlintas suatu jawaban spontan saya, "Kerna Cokro itu Sarekat Islam, bukan Budi Utomo atau Taman Siswa." Jawaban asal-asalan memang.
Jika harus jujur, malah seharusnya KH. Ahmad Dahlan dan kolega yang lebih layak jadi Bapak Pendidikan, sebab Muhammadiyah lebih best sebagai pelopor pendidikan ketimbang Taman Siswa. Tapi kerna Sarekat Islam dan Muhammadiyah itu kentara Islamnya, jadi kurang representatif dan kurang menjual untuk dijadikan ikon dan ditokohkan.
Bukalah lembaran kisah, Taman Siswa yang terkenal dengan salah satu semboyan yakni Tut Wuri Handayani itu berdiri dalam bentuk lembaga dan sekolah oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli tahun 1922 di Yogyakarta. Sedangkan Persyarikatan Muhammadiyah yang dibidani oleh KH. Ahmad Dahlan telah berdiri 10 tahun lebih dulu, yakni sejak tahun 1912, tepatnya pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Peran dalam bidang pendidikan pun sudah diwujudkan dengan mendirikan sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hogere School Moehammadijah, kemudian berganti nama menjadi Kweek School Moehammadijah. Sekarang Persyarikatan ini memiliki ribuan sekolah dan ratusan perguruan tinggi di pelosok negeri.
Jika dirunut lagi, selain Muhammadiyah, nun di Sumatera juga telah berdiri Sumatera Thawalib, yang kerap dianggap sebagai sekolah Islam modern pertama yang didirikan bumiputera. Sumatera Thawalib berdiri pada tanggal 15 Januari 1919 oleh Haji Rasul dan kawan-kawannya. Sekolah ini juga banyak melahirkan kaum terdidik, cerdik cendikia yang menjadi penggerak perubahan.
Namun kembali lagi pada tanya mengapa bukan mereka yang jadi ikon pendidikan? Yaaah, mau diakui atau tidak, kerna itulaah... Mereka itu kentara Islamnya. Sedangkan Islam di negeri ini seringkali dianggap pelitur saja yang tidak meninggalkan kesan, sehingga tidak pas sebagai cerminan dan perlambang. Wajarlaah jika mantra "Tut Wuri Handayani, cs" yang lebih utama sebagai semboyan-motto pendidikan daripada seruan "Fastabiqul Khairat," atau kutipan firman "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat..." atau ungkapan HOS Cokroaminoto, "Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat."
Demikian... :-)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline