Lihat ke Halaman Asli

Rudi Handoko

Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

Hijab, Hijabers, Tren Hijab

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mohon maaf sebelumnya, tulisan ini tidak memiliki tendensi untuk menyindir apalagi menyalahkan. Saya hanya ingin berbagi pendapat saja, mumpung ini bulan penuh hikmah, semoga ada hikmah yang boleh dishare.

Demam perempuan berhijab sedang menjadi tren, apalagi saat bulan ramadhan ini. Saya sering mendengar munculnya istilah "hijabers" trus adanya komunitas hijabers yang mulai "bertumbuh-kembang" marak. Satu sisi, ini suatu hal yang menggembirakan sebagai cerminan tumbuhnya kesadaran kaum muslimah untuk melaksanakan sesuatu yang menjadi anjuran dalam Islam. Namun, setelah saya kerap melihat apa yang dinamakan “berhijab” ala sebagian komunitas hijabers tersebut, malah timbul suatu selidik tanya, apakah penggunaan hijab dan pemaknaan hijab menurut mereka sudah sesuai? Atau malah hijab seperti ini hanya sekedar tren, “berkerudung” dengan dimodifikasi aneh-aneh agar kelihatan “stylish”?

Karena saya nie bukan “ahli agama,” maka saya coba cari referensi hijab yang memberikan pemahaman setidaknya “seminimal” mungkin mengikuti norma syar’i. Tersebutlah dalam suatu ayat QS. Al-Ahzab: 59 yang mafhumnya artinya, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh badan mereka.” Dari pemaknaan sekilas ayat ini, secara simple sudah menjelaskan bahwa yang namanya hijab terutama dengan ciri khas jilbabnya adalah totalitas pakaian muslimah yang menutupi seluruh tubuhnya. Paling tidak secara operasionalnya menurut pemahaman dari yang pernah saya baca yaa beginilah :

·Pakaian bawahannya harus menutup sampai kaki dan tidak menampakkan lekukan tubuh bagian bawah (bukan pakaian yang ketat).

·Padanan baju mestinya yang longgar besar sehingga tidak menampakkan lekukan tubuh bagian atas (bukan pakaian yang ketat).

·Sedangkan untuk pakaian penutup kepala setidaknya diulurkan sampai ke pinggang atau dianjurkan lebih.

·Pakaian-pakaian hijab ini harusnya berbahan tebal yang tidak transparan atau tipis, sehingga tidak menampakkan bayangan tubuh.

·Tidak berlebihan menggunakan aksesoris, perhiasan dan wewangian (apalagi jika dimaksudkan demi kelihatan stylish dan fashionable).

·Pastinya tidak menyerupai pakaian kaum lelaki.

·Dan seterusnya...

Nah, jika begitu... Saya tak hendak menilai apakah demam “hijab” ini sudah menerapkan kriteria-kriteria syar’i atau paling tidak mendekati syar’i, ataukah hanya sekadar demam fashion dengan mengabaikan yang prinsip.

Namun apapun itu, sebagai permulaan, tetap tren ini perlu di-apresiasi sambil terus berupaya ber-ikhtiar agar terhijab dengan baik dan benar.

Mohon maaf lagi sesudahnya, kalau ada tersalah mohon ajar dan luruskan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline