Lihat ke Halaman Asli

Rudi Handoko

Saya seorang anggota masyarakat biasa di Borneo Barat

(Sementara) Masih Patut Bersyukur

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di negeri ini, manusianya masih patut bersyukur.

Seandainya tanah, hutan, lahan, lautan, dan bukit gemunung di negeri ini tidak diberkahi dengan karunia Tuhan berupa sumber daya alam bermacam ragam nan melimpah. Seandainya tidak dianugerahi dengan kesuburan yang masih tersisa (setelah dirusak dengan pestisida dan perkebunan skala besar tanpa kendali), dan sisa kemudahan plus kemurahan Tuhan melalui alam. Maka mungkin negeri ini dan segenap manusia seisinya, yang berdiam dan melata di atasnya, akan mengalami peristiwa bencana alam dan sosial yang lebih parah dari negeri-negeri miskin-papa di tanah Afrika.

Dilihat dari pengelolaan negaranya, sudah cukup syarat negeri ini mengikuti jejak negeri Ethiopia, Somalia dan tetangga-tetangganya. Korup, konflik sektarian, penindasan dan baku bunuh sudah kerap terjadi. Ketidakpercayaan terhadap negara meningkat, kebobrokan penguasanya dipertontonkan dengan vulgar, penyimpangan sosial, politik dan hukum telah sampai pada titik nadir.

Sampai saat ini masih bersyukur belum sampai pada tahap seperti negeri-negeri Afrika tersebut, karena diakui atau tidak, dengan sumber daya alam yang masih ada (pastinya akan habis juga) dan tanah yang masih agak subur, membuat penduduk negeri ini setidaknya (sebagian) masih bisa makan. Asalkan masih mau menghentakkan siku buat bekerja atau menampakkan muka memelas, setidaknya masih bisa makan.

Tapi dengan kondisi yang pasti akan semakin susah, sumber daya alam semakin habis dikeruk-dieksploitasi, tanah dan lahan sudah beralih fungsi dan kepemilikan masyarakat yang makin tergusur, ledakan penduduk semakin banyak, hutan yang semakin habis, akhirnya sumber air bersih juga hilang. Agaknya pasti di masa hadapan nanti, negeri inipun tinggal menunggu masa untuk masuk dalam kubangan kelaparan dan kemiskinan seperti negeri-negeri Afrika. Sedangkan penguasanya belum nampak berubah tabiat jadi lebih baik, malah mungkin akan lebih parah penyimpangan dalam mengelola kekuasaannya. Tidak sepenuhnya menyalahkan (penguasa) negara, tapi karena mereka yang telah diberi amanah untuk mengelola (dengan segala kebijakan dan tingkah polah programnya), tentu punya tanggung jawab dan kontribusi besar untuk mengarahkan haluan biduk, membuat menjadi negeri gagal atau negeri berhasil.

Sepuluh, lima belas, duapuluh atau tigapuluh tahun ke depan, mungkin...? Benar-benar miskin dan kelaparan, serta jatuh tak bangun-bangun lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline