Lihat ke Halaman Asli

Isu Presiden 3 Periode

Diperbarui: 16 November 2022   09:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pasca masa reformasi tahun 1998, sistem Pemilihan Umum berubah total. Salah satu yang dapat diamati ialah pada kontestasi demokrasi dan politik bangsa Indonesia, yang awalnya seorang Presiden dapat menjabat hingga akhir hayatnya, telah diamandemen. Selain itu, Pemilihan Presiden yang awalnya dilaksanakan dalam lingkup Parlemen, kemudian diamandemen ke sistem pemilihan langsung dan jalur koalisi partai politik (Parpol) sebagai peserta Pemilihan Umum yang mencalonkan Presiden serta Wakilnya. Didalam UUD Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 7 menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden hanya memiliki jabatan selama lima tahun, dan setelahnya dapat dipilih lagi dalam masa jabatan yang sama, hanya untuk sekali masa jabatan. Secara tersirat bahwa maksimal seorang presiden dan wakilnya hanya bisa menjabat lima tahun dikalikan dua periode, yaitu 10 tahun. 

Berhembusnya kabar adanya amandemen kelima, salah satunya mengusulkan masa kekuasaan seorang Presiden menjadi 3 periode muncul ke permukaan demokrasi di Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Adanya isu yang berhembus mengenai Jabatan Presiden yang dapat 'diperpanjang' menjadi 3 periode muncul pada akhir 2019 hingga saat ini terus berkembang di kalangan politikus dan masyarakat itu sendiri. Di kalangan pemerintah saat ini, tidak benar-benar menyikapi secara serius isu tersebut, dengan kata lain usulan mengenai penambahan masa berwenangnya seorang Presiden menjadi 3 (tiga) periode tidak pernah dibahas oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) maupun Partai Politik yang lain. Menurut sudut pandang Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP) masa jabatan seorang Presiden dengan 2 periode saja sudah ideal dan tidak diperlukan penambahan periode lagi. 

Mencuatnya isu perpanjangan masa jabatan Presiden yang beredar saat ini tentu dapat digolongkan menjadi tindakan melawan Landasan Konstitusi bangsa Indonesia, pada beberapa situasi juga para aparat pemerintahan menyuarakan hal yang sama. Pandangan masyarakat mengenai hal tersebut pun tentu beragam, banyak yang setuju begitupun sebaliknya. 

Akibat dari adanya hal ini, perpecahan dan ketegangan antar kelompok masyarakat dapat muncul, terlebih apabila para perangkat daerah/desa dan tokoh masyarakat memberikan tanggapan dan dukungan pada wacana tersebut. Tentu apabila hal ini terus dikembangkan, akan menjadi suatu persoalan dan perubahan/amandemen terhadap Landasan Konstitusi bangsa sah-sah saja jika diubah berdasarkan pada kemauan pemerintah/golongan masyarakat. Pemerintah memiliki peran yang besar untuk mencegah timbulnya hal ini, perlunya ketegasan pemerintah untuk 'menghalang' isu ini terus-menerus mencuat ke permukaan dan bukan hanya sekedar menanggapi pernyataan yang ada. Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia atau Apdesi juga menyerukan hal serupa, hal ini tentu menjadi pertentangan.

Usulan mengenai perpanjangan masa jabatan Presiden juga ditekankan oleh Menko bidang Perekonomian, A. Hartarto serta Menko Maritim dan Investasi, Luhut B. Panjaitan. Menyikapi tudingan dan pernyataan yang terus-menerus dilayangkan oleh tokoh politik dan aparatur pemerintah, Presiden Joko Widodo menyatakan akan mengikuti aturan, bukan hanya tunduk dan taat melainkan juga harus patuh pada Landasan Konstitusi Republik Indonesia. 

Dalam beberapa situasi juga dapat dilihat bahwa jabatan Presiden yang terlalu lama dapat menimbulkan kekuasaan yang absolut, tentu tidak sejalan dengan sistem Pemerintahan bangsa Indonesia yang menganut kedaulatan tertinggi berada di tangan Rakyat. Sistem Hukum Indonesia juga secara tegas tertulis dalam UUD 1945 bahwa landasan konstitusi benar-benar sudah sesuai dengan kebutuhan Negara, jikalaupun ada perubahan berarti bahwa telah dirancang dan disesuaikan dengan perkembangan sistem pemerintahan Indonesia. Amandemen undang-undang juga tidak serta merta dapat diusulkan oleh sebuah golongan saja, melainkan melalui berbagai tahapan, pengamatan serta perancangan terlebih dahulu.  

Presiden Joko Widodo pun pada beberapa kesempatan memberikan tanggapannya tentang penambahan masa jabatan presiden yang masih terus mencuat, pada Economic Uptade 2022 yang tayang dalam program Squawbox (18/8/2022) Presiden Joko Widodo menyikapi hal tersebut dengan menyatakan bahwa isu miring tersebut sudah ditanggapi beberapa kali.Presiden Joko Widodo tetap teguh menyatakan sanggahannya bahwa ia dengan jelas akan taat pada aturan konstitusi, pada wawancaranya. Pada beberapa kesempatan yang lain, tepatnya di bulan April 2022 lalu, hal senada dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo pada saat memberikan arahannya dalam rapat kesiapan Pemilihan Umum sekaligus Pemilihan Kepala Daerah Serentak pada 2024 yang mendatang. Didepan jajaran para menteri untuk menjelaskan pada masyarakat luas mengenai tahapan-tahapan pelaksanaan Pemilihan Umum Serentak yang akan dilaksanakan pada 2024 mendatang. Ia menyatakan bahwa agar isu dan spekulasi miring yang beredar di kalangan masyarakat menjelang pelaksanaan pemilu tidak begitu saja ditelan mentah-mentah oleh masyarakat, termasuk isu yang beredar mengenai spekulasi perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi 3 periode.

Wakil Ketua Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia, Muhammad Hidayat N. Wahid juga memberikan tanggapan mengenai isu tersebut, ia mengatakan bahwa usulan yang dilontarkan oleh relawan yang Pro terhadap Presiden Joko Widodo untuk memperpanjang masa jabatannya secara gamblang ia nyatakan tidak sesuai dengan konstitusi RI. Menurutnya, sikap Presiden Joko Widodo yang secara tegas tidak menyetujui isu perpanjangan jabatan seorang Presiden mesti diapresiasi dan perlunya tindakan. Tindakan yang menurutnya bisa dilakukan yaitu dengan memberikan teguran kepada relawan yang Pro terhadap Presiden Joko Widodo untuk tidak terus-menerus menyuarakan perpanjangan masa jabatan Presiden. Bila sikap tegas Presiden Joko Widodo atas tudingan ini bisa dilakukan, maka rakyat akan melihat bahwa Presiden Joko Widodo memang patuh dan taat pada konstitusi RI yang berlaku.Disamping itu, Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) sejauh ini tidak pernah untuk mengagendakan adanya perubahan pada UUD 1945 dalam hal perpanjangan masa jabatan Presiden Republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline