Lihat ke Halaman Asli

Posisi Sulit PNS dalam Pilkada

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13298881182048461425

Diakui atau tidak, fakta menunjukan bahwa profesi sebagai Pegawai Negeri Sipilatau PNS di negeri ini masih dianggap cukup terhormat dan bergengsi. Apalagi saya contohkan di daerahku sendiri, TIDORE yang diakui minim alternatif lapangan kerja di bidang sawsta. Hanya 1 yang jadi sasaran bidik para pencari kerja yaitu menjadi PNS. Sehingga, bukan hal yang aneh lagi ketika adanya rekruitmen PNS yang dilakukan Pemda, selalu dibanjiri ribuan pelamar. meski secara faktual gaji PNSrelatif minim (jika dibandingkan profesi di bidang swasta), tetapi tetap tidak menyurutkan animo publik untuk terus menggapai profesi yang satu ini.

Posisi PNS menjadi bertambah penting ketika terjadi Pilkada langsung, karena tak jarang PNS jadi rebutan para bakal calon Kepala Daerah. Katakanlah dengan perhitungan sederhana 1 PNS bisa menarik minimal 5 orang keluarga, maka jika di suatu daerah PNS nya sejumlah 4000-an misalnya, maka secara perhitungan kasar dapatmeraup 20.000 suara dukungan. Cukup lumayanlah untuk bekal para balon menuju pentas sesungguhnya.

Dengan posisi yang cukup strategis tersebut, ternyata tidak serta merta memuluskan langkah PNS dalam menghadapi hingar bingar kemeriahan pesta pilkada, karena jika salah dalam menentukan sikap, maka resikonya so pasti bukan tanggungan penumpang. Ini adalah fakta yang terjadi karena sistem yang ada di negeri ini belum mampu memisahkan persoalan pada ranah politik dengan urusan di ranah karier dalam praktek tata pemerintahandi daerah.

Pilihan PNS dalam pilkada, selain dapat memiliki dampak positif juga dapat berdampak negatif bagi dirinya. Salah satu dampak positif yang mungkin diperoleh jika calonnya menang adalah adanya harapan karir atau jabatannya lebih mentereng kedepan. Sebaliknya, dampak burukpun dapat terjadi bagi PNS yang calonnya belum beruntung (kalah), kemungkinan perkembangan karir dan jabatannya bakal seret. Tidak sedikit fakta membuktikan bahwa PNS yang secara terang-terangan menjadi Tim Sukses dari calon yang kalah pilkada akhirnya terjebak dalam jurang ”kematian” karir. Bagi PNS pendukung calon yang kalah, karena dianggap berseberangan dengan calon menang biasanya akan di’mentok’kan kariernya.

Lantas bagaimana sebaiknya PNS memposisikan diri dalam menyikapi pilkada langsung seperti ini.Suatu pilihan sulit sebetulnya, dan akan menjadi semakin sulit lagi manakala dari calon yang maju bertarung terdapat beberapa orang yang berasal dari incumbent yang notabene adalah atasan dari PNS bersangkutan. Apakah dengan keadaan begini harus bersikap netral dan tidak berpihak kepada calon manapun? Sikap seperti ini cukup ideal, tetapi dalam tataran praktis terkadang sulit diwujudkan.Selain itu dengan berposisi Netralpun, tak jarang bisa memunculkan spekulasi beragam. Karena dengan netral, otomatis terlihat diam atau tidak aktif dan kasarnya tak berkontribusi. Lebih parah lagi dengan DIAM PUN PUN DIANGGAP MEMIHAK.Serba sulit memang.

Hemat saya, dengan kenyataan seperti ini yang diperlukan oleh seorang PNS adalah pintar membaca ”peta” perpolitikan atau dengan kata lain mampu melihat situasi dan trend politik yang berkembang, sehingga melahirkan sikap yang cerdas dalam menentukan pendirian.Tentunya siapapun dalam menjatuhkan pilihan, pasti menginginkan pilihannya yang bakal menang. Tetapi mungkinkah pilihan kemenangan akan didapati oleh semua orang ? jelas tidak mungkin.

Kita patut berbangga dengan Menteri Dalam Negeri kita, bapak Gamawan Fauzi, sosok yang penuh dengan inovasi dan sering memunculkan wacana pembaharuan.Kita berharap kedepan ada pemikiran serius dari pemerintah dalam menata sistem dan tata kelola pemerintahan di daerah, terutama berkaitan dengan regulasi yang dapat memproteksi keberadaan birokrat atau PNS dari pengaruh dan imbas persoalan politik, terutama terkait persoalan pasca pilkada di daerah. Memang sesuatu yang tidak semudah membalik telapak tangan karena disatu sisi harus berhadapan dengan kewenangan otonomi dari Kepala Daerah yang super prerogatif dalam menentukan segalanya di daerah. Kita tidak membayangkan dengan fakta yang terjadi Pilkada pada pilkada di Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya.Diyakini puluhan ribu PNS yang harus menjadi korban politik dan harus siap menerima resiko terburuk pasca pelaksanaan pilkada, karena suka tidak suka,percaya ataupun tidak sudah menjadi rahasia umum bahwa persoalan yang tejadi di dunia politik sedikit banyakpasti menyerempet sampai ke persoalan karier seorang PNS.Semoga pemerintah pusat dapat membaca fenomena ini sebagai hal yang tak sepele, sehingga kedepan bakal ada terobosan inovatif yang akan menjawab ”kegundahan hati” para PNS di negeri ini yang secara faktual sedang berada dalam posisi sulit menghadapi pilkada di daerah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline