Lihat ke Halaman Asli

Membaca Kelud: Antara Mitos Wage dan Amuk Lembu Sura

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca Kelud: Antara Mitos Wage dan Amuk Lembu Sura


Dalam hitungan kurang dari 2 jam setelah statusnya ditingkatkan menjadi 'awas', Gunung Kelud pun menunjukkan geliatnya. Sejak pukul 22.59, titik tertinggi pembatas 3 Kabupaten, Blitar, Kediri, dan Malang itu pun terus bergemuruh sembari melontarkan pasir dan butir kerikil ke angkasa hingga 10 km tingginya.

Sejak meletus terakhir 13 tahun lalu yang menewaskan 250 orang, Gunung Kelud sepertinya masih enggan keluar dari mitosnya, wage keramat. Seperti yang banyak dipahami oleh warga sekitar lereng gunung dengan ketinggan 1.731 mdpl itu, beberapa kali letusan memang bertepatan terjadi di hari dengan neptu Jawa wage.
Itulah sebabnya, beberapa jam sebelum status gunung itu ditingkatkan dari siaga menjadi awas, warga sudah memprediksi letusan pasti akan terjadi hari itu juga. Ternyata benar, letusan itu pun terjadi. Entah dari mana mitos itu berasal. Yang jelas, percaya atau tidak, mitos itu kali ini terbukti.
Berbeda dengan kalender internasional, perhitungan pasaran Jawa dihitung sejak sore hari. Itulah sebabnya, meski letusan terjadi Kamis Kliwon malam pukul 22.59, namun bagi orang Jawa, waktu itu sudah memasuki pasaran wage. Tak heran, beberapa warga di kompleks Perumahan Pondok Delta Jengglong, Kaweron, Talun, Blitar pun sudah menggelar acara pengajian dan yasinan beberapa jam jelang letusan. "Karena itu, malam ini perlu waspada mengantisipasi aktivitas Gunung Kelud, karena sekarang malam Jumat Kliwon," ujarnya.
Hal ini sekali lagi membuktikan bahwa tradisi kembali unggul atas ilmu pengetahuan. Setidaknya, mitos wage keramat itulah yang membuktikannya.
Mitos lainnya yang tak kalah menarik dari erupsi Gunung Kelud adalah bahwa suara gemuruh yang nyaris terdengar dari kota lain yang berjarak puluhan kilometer dari Gunung Kelud.
Bagi orang di sekitar lereng gunung yang tercatat 9 kali mengalami letusan besar tersebut, suara gemuruh itu berasal dari raungan Lembu Sura yang berada di perut bumi.
Lembu Sura sendiri merupakan sosok pria berkepala binatang dan bertanduk. Legenda Lembu Sura ini memang dipercaya sebagai asal mula terciptanya Gunung Kelud.
Dipercaya, semasa hidupnya, Prabu Brawijaya pernah mengadakan sayembara untuk mencari suami bagi puterinya, Dyah Ayu Puspasari. Sayembara itu adalah uji kekuatan bagi para pria yang bisa menarik busur Kyai Garudayeksa dan mengangkat gong Kyai Sekadelima.
Dari sekian banyak ksatria yang mengikuti sayembara itu, ternyata hanya Lembu Sura jualah yang bisa melakukannya. Namun, dengan rupa Lembu Sura yang buruk, Dyah Ayu Puspasari pun menolak menjadi istrinya.
Tak ingin terkesan menolak, Dyah Ayu Puspasari pun kemudian memberlakukan satu syarat tambahan, yakni Lembu Sura harus membuat kolam di puncak gunung. Jelas, dengan kesaktian Lembu Sura, syarat itu pun dikerjakannnya dengan tanpa kesulitan.
Tapi, nyatanya, Dyah Ayu Puspasari dan ayahnya kemudian licik. Ketika Lembu Sura sibuk membuat kolam, ia dan ayahnya memerintahkan pasukannya untuk menimbun kembali kolam itu dengan Lembu Sura yang masih berada di dalamnya.
Meski telah terkubur tanah, teriakan Lembu Sura masih terdengar kencang. Kepada Prabu Brawijaya, Lembu Sura bersumpah akan merusak seluruh kerajaan Prabu Brawijaya setiap dua windu (satu windu delapan tahun). Tak pelak, sumpah itu membuat raja dan rakyatnya takut, sehingga diadakan larung sesaji di kawah Gunung Kelud. Hingga saat ini, acara larung sesaji tetap dilaksanakan oleh masyarakat Sugih Waras pada setiap penanggalan 23 Syura dalam kalender jawa.Kini amukan Lembu Sura kembali menggelegar. Muntahan abu vulkanik menutupi hampir seluruh wilayah yang berdekatan dengan Gunung Kelud dengan ketebalan 5 cm dan muntahan kerikil sebesar batu kelereng. Ribuan warga akhirnya harus meninggalkan rumah mereka dan mengungsi di posko pengungsian. Bahkan dampak letusan itu pun tak hanya dirasakan oleh sekitar Gunung Kelud saja, melainkan hingga jarak hampir ratusan kilometer.
Tercatat, hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah terkena dampak hujan abu. Tak hanya itu, hujan abu pun bahkan sampai ke Tasikmalaya, Jawa Barat yang berjarak lebih dari 150 km dari Kediri.**

Sejarah letusan Kelud
1000- Letusan pertama Gunung Kelud yang tercatat sejarah (Data Dasar Gunung Api Indonesia, 2011)
1919- Letusan yang memakan korban hingga 5.160 jiwa, merusak hingga 15.000 ha lahan produktif lantaran aliran lahar yang mencapai 38 km.
1951
1966
1990- Letusan terlama, berlangsung hingga 45 hari. Dalam letusan ini, Kelud memuntahkan lebih dari 57,3 juta meter kubik materialnya. Butuh waktu 4 tahun guna proses normalisasi Terowongan Ampera yang tertutup material letusan.
2007- Anomali letusan terjadi lantaran adanya retakan di jalur lava Kelud, yang membuat daya dorong letusan sudah merembes keluar. Akibatnya, daya letus gunung pun jauh berkurang.
2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline