Pagi ini, riuh kicau burung terdengar saling bersahutan. Semilir angin pagi berhasil membuat pohon-pohon di sekitar sekolah seolah sedang melambai-lambai. Bel sekolah telah berbunyi 5 menit yang lalu, tapi masih saja banyak siswa dan siswi yang bergurau di luar kelas. Berbeda dengan siswa dan siswi kelas 8E. Mereka terlihat khusyuk mendengarkan penjelasan materi yang disampaikan oleh Bu Tiwi. Hingga fokusnya terpecah karena suara ketukan pintu.
"Masuuuk!" seru Bu Tiwi.
"Bu maaf ganggu waktunya sebentar, apa ada yang bernama Luna?" Ujar Pak Ade.
Aku refleks mengangkat tanganku.
"Saya Luna, Pak". Ujarku pada Pak Ade. Seluruh penghuni kelas secara serempak menoleh padaku.
"Nanti jam istirahat ke meja bapak ya nak, terima kasih bu, silahkan dilanjutkan". Pak Ade terlihat terburu-buru, seperti sedang dikejar waktu. Bu Tiwi kemudian melanjutkan pembahasan yang sempat tertunda.
Bel istirahat berbunyi, aku bergegas menuju ruang guru. Kurasa tak sopan jika membuat guru menunggu terlalu lama. Sesampainya di sana Pak Ade langsung menyampaikan maksud dan tujuan memanggilku. Beliau memintaku menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti lomba olimpiade.
Aku terdiam sesaat. Bukannya aku tak senang mendapat kesempatan ini, tapi aku sudah pernah mendapatkan kesempatan itu namun gagal. Apakah aku bisa membuat sekolah dan orang tuaku bangga? Atau aku akan membuat mereka kecewa untuk ke sekian kalinya? Banyak yang bilang kesempatan kedua itu ada, aku tak yakin apa benar kesempatan kedua itu ada? Atau hanya kalimat penenang untuk orang yang pernah gagal?
Huhhhh, mungkin orang akan berpikir bahwa aku terlalu melebih-lebihkan, hanya tawaran olimpiade saja seperti ada tawaran yang sangat besar, tapi sungguh, aku hanya takut mengecewakan sekolah dan orang tuaku untuk ke sekian kalinya. Kurasa masih banyak siswa dan siswi yang lebih baik daripada ku tentunya. Sudahlah nanti akan ku bicarakan lagi dengan bunda.
Saat kembali ke kelas, teman-teman penasaran dengan apa yang aku dan Pak Ade bicarakan. Aku seperti artis dadakan yang dihadapkan dengan wartawan yang siap dengan kameranya. Aku hanya tersenyum geli pada mereka.