Lihat ke Halaman Asli

Teza Leyla Qodria El Haq

Mahasiswi Universitas Airlangga

Gula Berlebih: Bahaya yang Mengintai Gen Z

Diperbarui: 11 Desember 2024   20:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Gen Z atau Generasi Z dikenal dengan gaya hidup serba cepat dan instan. Namun, di balik kebiasaan ini, ada ancaman kesehatan yang kerap diabaikan: konsumsi gula berlebihan. Tren minuman manis, camilan online, hingga makanan cepat saji telah melahirkan "budaya gula" yang berpotensi merusak kesehatan jangka panjang generasi muda. Konsumsi gula yang melampaui batas bukan hanya soal berat badan, tetapi juga menyangkut risiko kesehatan yang lebih luas. Berdasarkan rekomendasi World Health Organization (WHO), konsumsi gula sebaiknya tidak lebih dari 10% dari kebutuhan kalori harian. Sayangnya, banyak dari kita---terutama generasi muda---jauh melampaui batas ini.

Salah satu dampak utama konsumsi gula berlebih adalah gangguan metabolisme. Gula yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan resistensi insulin, meningkatkan risiko diabetes tipe 2 di usia muda, dan memicu sindrom metabolik. Selain itu, gula juga memengaruhi kesehatan mental. Fluktuasi kadar gula darah dapat memicu gangguan konsentrasi, mood yang tidak stabil, hingga meningkatkan risiko kecemasan. Tidak dapat dimungkiri, media sosial dan budaya konsumtif turut memperburuk masalah ini. Iklan dan konten digital yang menampilkan minuman manis dan camilan menggoda semakin mendorong kebiasaan konsumsi tanpa memperhatikan dampaknya. Algoritma media sosial bahkan sering kali membuat kita terjebak dalam lingkaran ketergantungan terhadap makanan tinggi gula.

Untuk mengatasi ancaman ini, diperlukan solusi komprehensif. Edukasi kesehatan yang konsisten harus menjadi prioritas, didukung oleh regulasi yang lebih ketat terhadap iklan makanan dan minuman. Selain itu, individu juga perlu didorong untuk menjalani gaya hidup sehat dan bijak dalam memilih asupan. Gen Z harus memahami bahwa pilihan konsumsi hari ini menentukan kualitas hidup di masa depan. Menjaga kesehatan bukan berarti menghilangkan kesenangan, tetapi menemukan keseimbangan yang tepat antara kenikmatan dan manfaat bagi tubuh.

Untuk memahami sejauh mana bahaya gula berlebih, kita perlu melihat bagaimana pola konsumsi gen Z berkembang. Generasi ini lahir dan tumbuh dalam era digital, di mana segala sesuatu dapat diakses dengan mudah. Pesatnya perkembangan teknologi membawa kemudahan, tetapi juga memengaruhi kebiasaan makan dan pola hidup. Pesan makanan melalui aplikasi, camilan berkalori tinggi, dan minuman manis menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Masalahnya, konsumsi gula tidak selalu disadari. Gula tersembunyi dalam banyak produk, termasuk saus, roti, bahkan makanan yang dianggap "sehat" seperti granola atau yogurt kemasan. Dalam banyak kasus, label nutrisi yang tidak jelas membuat konsumen, terutama generasi muda, sulit memahami seberapa banyak gula yang mereka konsumsi. Hal ini diperparah dengan kurangnya edukasi tentang pentingnya membatasi asupan gula.

Menurut data Kementerian Kesehatan Indonesia, prevalensi obesitas pada remaja meningkat drastis dalam satu dekade terakhir. Hal ini berkorelasi dengan meningkatnya konsumsi makanan dan minuman tinggi gula. Obesitas hanyalah puncak dari gunung es; banyak masalah kesehatan lain, seperti hipertensi, penyakit jantung, hingga gangguan mental, mengintai di bawah permukaan.

Salah satu tantangan terbesar adalah melawan pengaruh media dan budaya konsumtif. Perusahaan makanan besar menggunakan media sosial untuk mempromosikan produk mereka dengan cara yang menarik bagi generasi muda. Konten-konten ini sering kali menampilkan gaya hidup glamor, kebahagiaan, atau kesenangan yang diasosiasikan dengan konsumsi makanan manis. Sayangnya, sisi gelap dari konsumsi berlebih ini jarang diangkat. Namun, perubahan itu mungkin. Sejumlah negara telah mulai mengambil langkah nyata untuk mengurangi konsumsi gula. Inggris, misalnya, menerapkan pajak gula untuk minuman manis, yang berhasil menurunkan konsumsi secara signifikan. Di beberapa tempat lain, regulasi tentang iklan makanan untuk anak dan remaja juga diperketat. Kebijakan seperti ini penting untuk melindungi generasi muda dari dampak negatif pola konsumsi yang tidak sehat.

Di tingkat individu, kesadaran menjadi kunci utama. Gen Z perlu diberikan pemahaman bahwa makanan sehat tidak harus membosankan. Alternatif seperti jus alami tanpa gula, camilan berbasis buah, atau makanan olahan rumahan bisa menjadi pilihan yang lebih baik. Selain itu, keluarga juga berperan penting dalam membentuk kebiasaan makan. Orang tua yang memberikan contoh dengan mengurangi konsumsi gula dapat memengaruhi anak-anak mereka untuk melakukan hal yang sama.

Pendidikan tentang gizi harus dimulai sejak dini, termasuk di sekolah. Kurikulum yang mengajarkan pentingnya pola makan sehat, membaca label nutrisi, dan memahami bahaya gula dapat membantu membentuk kebiasaan baik yang bertahan hingga dewasa. Dalam jangka panjang, upaya kolektif dari individu, keluarga, institusi pendidikan, pemerintah, dan industri makanan diperlukan untuk melawan "epidemi gula" ini. Gen Z adalah masa depan, dan melindungi kesehatan mereka adalah investasi terbaik yang bisa kita lakukan. Pada akhirnya, membatasi konsumsi gula bukanlah tentang menghilangkan kesenangan hidup, tetapi tentang menciptakan keseimbangan. Dengan langkah kecil seperti mengurangi konsumsi minuman manis atau memilih camilan lebih sehat, kita dapat menjaga kesehatan tubuh dan pikiran. Mari jadikan langkah ini sebagai gerakan bersama untuk melindungi generasi muda dan menciptakan masyarakat yang lebih sehat di masa depan.

Kesimpulannya, gula berlebih adalah ancaman nyata yang harus segera ditangani. Kesadaran, edukasi, dan aksi kolektif adalah kunci untuk melindungi kesehatan generasi muda dari "epidemi gula" yang mengintai. Saatnya kita begerak untuk menciptakan masa depan yang lebih sehat bagi Generasi Z.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline