Keterbatasan lahan pangan di Indonesia merupakan salah satu tantangan di Indonesia dalam menghadapi ketahanan pangan nasional. Keterbatasan lahan pertanian menjadi pengahambat bagi pembangunan dan sektor pertanian di Indonesia, dimana Indonesia memiliki penduduk dan jumlah petani yang sangat banyak, namun lahan terbatas dengan adanya bangunan-bangunan di Indonesia yang sudah luas, kemudian lahan yang memiliki kondisi ideal untuk pertanian sudah jarang ditemukan.
Tantangan bagi para petani atau pemasokan pangan yaitu bisa dilihat dari peningkatan lonjakan kenaikan populasi manusia di dunia mencapai 9,7 Milyar, serta Indonesia diperkirakan pada tahun 2045 dan 2050 akan bertambah hingga mencapai kurang lebih sampai 300 juta jiwa. Tidak hanya itu tetapi adanya kesempitan lahan karena urbanisasi di Indonesia namun sudah diberi Solusi oleh pemerintah dengan adanya food estate. Namun proyek ini pun masih memiliki kendala seperti potensi kegagalan yang tinggi karena media tanah yang belum siap dijadikan lahan untuk menanam tanaman produktif.
Tantangan utama untuk meningkatkan bahan atau produksi pangan adalah 50 persen jumlah tenaga kerja muda di sektor pangan. Banyak juga generasi muda enggan terlibat dalam bidang seperti pertanian, peternakan, atau perikanan, karena para anak muda ini jarang yang suka terjun ke beberapa bidang tersebut. Maka dari itu, kita perlu melakukan beberapa upaya untuk mengubah persepsi ini, termasuk dengan mengganti istilah petani atau peternak menjadi "penyedia pangan" agar lebih menarik bagi generasi muda.
Krisis lahan pertanian merupakan tantangan global yang semakin mndesak hingga kini, apalagi di negara berkembang seperti negara kita dengan pertumbuhan penduduk yang pesat. Permintaan lahan yang terus meningkat untuk berbagai keperluan, seperti pertanian, permukiman, dan industri, menyebabkan degradasi lahan, erosi, dan hilangnya lahan produktif. Kondisi ini mengancam ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan. Menanggapi permasalahan tersebut, Pemerintah Indonesia dalam Kabinet Merah Putih berkomitmen untuk mewujudkan ketahanan pangan Indonesia melalui program diversifikasi pangan dan swasembada dari desa. Program ini bertujuan agar lahan-lahan yang ada di wilayah pedesaan tidak terdegradasi dan tetap dapat menjadi faktor produksi pemenuh kebutuhan pangan.
Produksi pangan di Indonesia sering disebut khas dengan beras karena beras adalah makanan pokok utama. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pada ketahanan pangan, seperti melonjaknya harga beras selama krisis ekonomi 1997/1998, yang berkembang menjadi krisis multidimensi yang memicu kerawanan sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional.
Makanan pokok, seperti beras, sangat penting dengan beberapa pertimbangan. Pemerintah selalu berusaha meningkatkan produksi pangan, terutama dengan meningkatkan produksi dalam negeri. Indonesia memiliki populasi yang semakin besar dengan sebaran geografis yang luas dan sebaran populasi yang luas, yang membuat pertimbangan ini semakin penting. Untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, Indonesia memerlukan ketersediaan pangan yang tersebar dan mencukupi yang memenuhi kebutuhan konsumsi serta stok nasional yang cukup sesuai persyaratan operasional logistik yang luas dan tersebar. Ketahanan pangan Indonesia harus dipertahankan.
Tingkat produksi komoditi pangan musiman sangat dipengaruhi oleh cuaca dan iklim, sehingga ketahanan pangan kita bergantung pada komoditi pangan itu sendiri. Namun, jika tidak ada kebijakan pangan yang kuat yang mendukung produksi yang rentan terhadap cuaca, hal itu akan sangat merugikan baik produsen maupun konsumen, terutama produsen berskala produksi kecil dan konsumen berpendapatan rendah.
Karena karakteristik komoditi pangan yang mudah rusak, lahan produksi petani yang terbatas, kekurangan sarana dan prasarana pendukung pertanian, dan kurangnya penanganan panen dan pasca panen, pemerintah dipaksa untuk melakukan intervensi dengan menerapkan kebijakan ketahanan pangan. Oleh karena itu, krisis lahan merupakan masalah yang signifikan yang membutuhkan solusi yang menyeluruh dan berkelanjutan. Kita dapat meningkatkan produktivitas lahan, menjaga keanekaragaman hayati, dan memastikan ketahanan pangan untuk generasi mendatang dengan menerapkan rencana yang tepat.
Indonesia diharapkan mampu meningkatkan produksi sebesar 50% untuk menjaga ketahanan pangan untuk mengantisipasi lonjakan populasi pada 2050 dengan mengatasi berbagai tantangan produksi pangan, termasuk masalah lahan, teknologi, dan pandangan generasi muda tentang industri pangan. Untuk mencapai hal ini, negara ini harus mengatasi inovasi, perubahan kebijakan, dan upaya membangun citra profesi penyedia pangan. Untuk memastikan masa depan pangan yang berkelanjutan dan mencukupi kebutuhan populasi yang terus bertambah, keterlibatan seluruh lapisan masyarakat, termasuk generasi muda, sangat penting.
Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan ketahanan pangan adalah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan lahan pertanian yang ada. Penggunaan teknologi pertanian modern, seperti pertanian presisi dan hidroponik, dapat membantu memaksimalkan hasil dari lahan yang terbatas. Pertanian presisi dan hidroponik, dapat membantu memaksimalkan hasil dari lahan yang terbatas. Pertanian presisi, yang memanfaatkan data dan teknologi untuk mengelola lahan secara lebih efektif, memungkinkan petani untuk menerapkan input dan praktik yang lebih tepat, sehingga mengurangi limbah dan meningkatkan hasil.
Teknologi dan pelatihan petani sangat penting. Petani dapat meningkatkan keterampilan mereka dan beradaptasi dengan perubahan iklim melalui program pelatihan yang berfokus pada teknik pertanian yang modern dan berkelanjutan. Untuk memberikan pendidikan yang memadai kepada petani, terutama generasi muda, pemerintah dan lembaga swasta harus bekerja sama. Dengan pendidikan yang baik, petani akan lebih memahami praktik pertanian yang berkelanjutan dan cara mengelola lahan dengan baik.
Disversifikasi sumber pangan adalah strategi penting lainnya. Indonesia harus memperhatikan umbi-umbian, sayuran, dan buah-buahan selain beras. Mengurangi ketergantungan pada satu jenis tanaman dan meningkatkan ketahanan pangan secara keseluruhan dapat dicapai dengan memperkenalkan dan mempromosikan konsumsi pangan lokal yang beragam. Petani juga dapat memanfaatkan berbagai kondisi iklim dan lahan dengan memperluas jenis makanan yang diproduksi.
R&D harus mendorong inovasi pertanian. Kolaborasi antara sektor pertanian, lembaga penelitian, dan universitas sangat penting untuk mengembangkan teknologi baru yang meningkatkan keberlanjutan dan produktivitas. Pemerintah harus memberikan dukungan yang memadai untuk penelitian pertanian, yang mencakup sumber daya dan pendaan.
Untuk mencapai ketahanan pangan, diperlukan infrastruktur pertanian yang memadai. Infrastruktur seperti fasilitas penyimpanan, jalan akses, dan irigasi harus dibangun oleh pemerintah. Irigasi yang baik akan memastikan bahwa air tersedia untuk pertanian, terutama di wilayah yang sering kekeringan. Di sisi lain, jalan yang baik akan memudahkan petani untuk memasarkan hasil pertanian mereka, meningkatkan perndapatan.
Program pertanian membutuhkan keterlibatan komunitas. Dengan melibatkan komunitas dalam proses pengambilan keputusan tentang pengelolaan sumber daya dan penggunaan lahan, kebijakan yang dibuat akan lebih relevan dan sesuai dengan kebutuhan lokal. Program---Program terbaik untuk petani yang berpusat pada pengetahuan dan praktik.
Penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya ketahanan pangan. Permintaan untuk produk pertanian domestik dapat meningkat melalui kempanye yang menekankan pentingnya konsumsi pangan lokal dan mendukung petani lokal. Keberlanjutan program pangan sangat penting, dan masyarakat harus dididik tentang kesulitan yang dihadapi petani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H