Lihat ke Halaman Asli

Dhea Marsella

Mahasiswa

Nepotisme Politik di Indonesia

Diperbarui: 13 Juni 2024   11:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nepotisme tidak sesuai di sistem politik demokrasi karena salah satu tindakan dalam penyelewengan yang melanggar hukum dengan memberikan keuntungan kepada keluarga atau orang terdekat untuk mendapatkan jabatan di dalam pemerintahan dan tidak mementingkan masyarakat, bangsa dan negara. Hal itu sangat tidak sesuai karena terlalu memihak kepada salah satu keluarga saja, tidak melihat dari kemampuan, keterampilan, latar belakang dan visi misi dari orang tersebut. 

Sistem politik yang digunakan Indonesia yaitu demokrasi dimana bentuk kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, untuk rakyat dari rakyat dan oleh rakyat. Rakyat memiliki peranan penting di dalam tatanan pemerintahan. Untuk Pemilihan di pilih secara langsung melalui pemilihan umum diadakan selama 5 tahun sekali yang di awasi oleh badan pengawas pemilihan umum( BAWASLU). Melihat era kepemimpinan yang ada di Indonesia justru kebalikannya yaitu terjebak di dalam dinasti politik. Dimana para elit tertinggi di kuasai oleh suatu keluarga tertentu saja, bukan dari masyarakat sipil. Sangat menentang karena dinasti hanya cocok di dalam negara dengan sistem pemerintahan monarki yaitu sistem pemerintahan yang kepala negara di pimpin oleh raja/ratu dan hanya dari keluarganya saja yang bisa meneruskan tatanan kepemimpinannya, serta tidak perlu ada nya pemilihan langsung. Sedangkan demokrasi perlu adanya pemilihan umum untuk memilih calon yang ingin dijadikan sebagai pemimpin. 

Melalui data dari lembaga pengukuran demokrasi, seperti Freedom House, Democracy Index, dan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) demokrasi di Indonesia menghadapi beberapa tantangan dan penyimpangan seperti keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah batasan minimal umur calon presiden dan calon wakil presiden menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah yang menjadi problematik di dalam hukum menjadikan perbincangan hangat di media sosial karena sebelumnya tidak ada perubahan minimal umur tetapi saat mendekati pemilu 2024 saat itu yang salah satu dari calon adalah anak dari presiden. Masyarakat menduga ada kongkalikong dengan di ajukannya calon tersebut mengingat adanya kekuasaan yang dimiliki oleh salah satu keluarganya. Lalu adanya perubahan Mahkamah Agung batas minimal umur calon kepala daerah yaitu 30 tahun yang mendadak sebelum adanya pilkada di laksanakan. Di lansir dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputuskan oleh Majelis Hakim pada Rabu, 29 Mei 2024. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Yulius, serta dua anggotanya, Cerah Bangun dan Yodi Martono Wahyunadi. Hal itu menjadi kontroversial di masyarakat mengingat siapa yang mencalonkan diri adalah salah satu anak presiden. Menjabatnya mantu presiden menjadi walikota salah satu daerah pada tahun 2021 dan kini adanya pemberitaan yang sedang di perbincangkan publik keponakan dari presiden menjadi manager Pertamina. Ada juga polemik dinas politik di daerah lain yang masih ada hubungan kekeluargaan menjadi kepala daerah di salah satu wilayah Indonesia. 

Nepotisme bisa mengindikasikan mengarah kepada korupsi. Perbuatan yang tercela dan sangat merugikan rakyat, bangsa dan negara. Kejadian tersebut membuat publik terkejut karena untuk melanggengkan kekuasaan dari satu keluarga saja dan mengarah kepada praktik nepotisme ikatan keluarga. Perbuatan yang menyimpang hukum dan sangat meresahkan. Di atur dalam undang - undang mengenai sanksi yaitu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. 

Pemerintah juga dapat memperbaiki dengan selektif mengenai partai politik yang ingin mengajukan seseorang untuk menjabat sebagai kepala negara atau kepala daerah agar tidak terjadi dinasti. Masyarakat juga harus mengamati dan melihat siapa yang ingin di pilih sebagai kepala negara atau kepala daerah dengan memiliki karakter yang jujur, bertanggung jawab, konsekuen, dan tidak memihak pada satu keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline