Siapa kita...??? PMKRI...!!!
Berapa jumlah kita...??? Satu...!!!
Mari gaungkan pekik perjuangan kita.
Pro Ecclesia Et Patria...!!! (3x)
Ini adalah ritual yang saya lakuan sebelum memulai orasi. Rasanya keren saja mengucapkan rangkaian kalimat itu ketika berkesempatan memimpin segerombolan "anak marga" dalam demonstrasi di jalanan. Terlihat begitu gagah. Kegantengan mendadak naik 100 kali lipat. Apalagi, jika materi orasi yang padat dan berapi-api itu mendapat sambutan yang serupa dari puluhan anak marga yang berdiri dengan gagah di depan barikade aparat keamanan sambil mengangkat panji-panji perjuangan. Beuhhh.... Dunia serasa milik saya seorang. Yang lain cuma numpang.
Ah... Kangen...
Yap... Tentu saja kangen dengan suasana itu. Suasana dimana kita melebur menjadi satu tanpa ada iming-iming uang, popularitas, dll. Kita larut dalam spirit perjuangan. Larut dalam semangat yang menggebu-gebu. Melakukan yang terbaik, mengabdikan diri sepenuhnya bagi gereja dan bangsa.
Bagaimana sekarang?
Sebuah organisasi pengkaderan tua dan mapan seperti PMKRI tentu saja tidak memiliki tantangan dan hambatan berarti dalam usaha mempertahankan keberadaannya. Peminatnya masih banyak. Sekretariatnya ada dan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Alumni-alumninya banyak dan tersebar di berbagai profesi. Untuk tetap ada, kita setidaknya dimudahkan dalam berbagai hal di atas. PMKRI will Never Die. Ya... Dan ini tidak berlebihan.
Sekali lagi. Untuk sekedar ada.
Bagaimana dengan spirit perjuangan yang ada di dalamnya...???
Ini yang saya sebut "Rumah".
Tahun lalu saya mencoba menguji kemampuan saya dengan mencalonkan diri menjadi ketua PMKRI Cabang Jakarta Pusat dan akhirnya gagal mengenaskan. Saya tidak mendapat kepercayaan yang cukup dari rekan-rekan saya untuk berada di depan dan memimpin mereka "Kembali ke Rumah".
Kalimat terakhir dalam tanda petik itu adalah tagline dan tujuan utama saya mencalonkan diri. Itu menjadi rumus yang saya gunakan untuk memikat hati teman-teman saya. Rupanya itu belum cukup.