Lihat ke Halaman Asli

Mengonsep Ulang Semangat Nasionalisme di Era Udaranisai

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Berdirinya NKRI dengan semangat nasionalismenya hanya bertumpu pada tanah dan air semata. Bukan maksud saya mencela apalagi menghina para pendiri negara ini, namun ghalibnya, masala lau adalah ajang koreksi bila dilihat dari masa sekarang. Tentu saja, koreksi ini adalah koreksi yang konstruktif bagi negara Republik Indonesia, jika tidak, berarti kita tidak pernah melangkah, hanya muter-muter di situ saja alias pemikiran kita stagnan. Mungkin para pendiri republik ketawa kecut di alam barzah sana, melihat anak cucu mereka yang beku pikirannya, tidak seperti mereka-mereka yang telah berani menerobos gais lintas pada zamannya.

Lantas unsur apa yang harus kita kaji lebih mendalam dengan berbagai prespektifnya itu, tidak lain dan tidak bukan adalah Udara. Bahkan globalisasi yang didengung-dengungkan oleh para pengamat itu adalah rekayasa udara belaka. Lagi-lagi kita terkecoh dan selalu kalah strart dengan negara Barat, bagaimana kita mau maju!. Udara tidak hanya kita hirup untuk pernafasan kita tapi udara juga merupakan ladang tandus yang menggiurkan, tambang emas kamulan (kabut/maya) itu sekarang adalah udara. Depkominfo saja tidak akan pernah cukup mengawasi tambang udara ini, apakah kita yakin bahwa hanya tambang emas, batubara dan tambang-tambang darat lainya saja yang dicuri oleh bangsa Barat. Bukankah udara lebih fleksibel untuk dicuri dan dijual beliakan lewat udara, tanpa kapal besar, tanpa pesawat terbang, bahkan kemungkinan besar juga tanpa bea cukai dari negara. Dengan ongkos transportasi yang murah meriah serta bahan mentah udara yang berlimpah, rasanya sangat sulit bagi pengusaha borjuis untuk tidak kepincut dengan bisnis ini.

Anehnya, justru kita malah ramai dengan nelayan Malaysia, yang jika kita telusui akar permasalahannya, hanyalah REBUTAN IKAN di laut. Bagi saya hal ini tersa menggelikan sekaligus menjengkelkan, kenapa sekian banyak orang bisa tersedot gara-gara masalah sepele, yakni rebutan ikan belaka, padahal harta udara tidak pernah diurus oleh negara.

Dari sinilah pentingnya mengkonsep ulang nasionalisme kita supaya tidak sempit yang hanya bertumpu pada tanah dan air belaka. Bukan berarti tanah dan air tidak berguna lantas kita singkirkan begitu saja, kesimpulan seperti itu adalah kesimpulan yang bodoh dan keblinger. Unsur udara yang saya maksudkan bukan untuk menggeser kekayaan tanah dan air kita tapi justru melengkapinya. Begitu juga dengan semangat nasionalismenya, bukan untuk menggeser semangat nasionalisme yang telah lampau namun menambahinya dengan konsep-konsep yang sesuai dengan kondisi dan situasi kita sekarang. Sehingga cakrawala kita dalam berbangsa dan bernegara tidak sempit, seperti halnya yang ditunjukkan pada kita tentang tragedi rebutan ikan dengan nelayan Malaysia itu, yang cepat mejadi orang tertawa. Namun bukan berarti juga kita membiarkan harga diri kita diinjak-injak oleh bangsa lain, hanya saja kita bisa mensikapinya lebih arif ketika hal itu terjadi lagi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline