Lihat ke Halaman Asli

Dilema Solusi Buku Panduan Gen-AI

Diperbarui: 16 Oktober 2024   08:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peradaban manusia telah berkembang pesat, mulai dari revolusi industri hingga perkembangan teknologi. Kini, dunia sedang merasakan bagaimana perkembangan teknologi tersebut diimplementasikan—kecerdasan buatan (AI). AI yang kini membantu dalam berbagai bidang kehidupan manusia, seperti ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, dan masih banyak lagi. AI juga merupakan pilar utama dalam perkembangan teknologi masa kini karena AI mempunyai potensi yang lebih dan dapat memberikan dampak yang lebih besar. Dunia tidak akan bisa menafikan bahwa perkembangan teknologi akan terus berkembang, dan kita akan membutuhkan bantuan mereka.

Namun, AI yang dapat membantu manusia sering disalahgunakan dan tidak dimanfaatkan sesuai potensi terbesar mereka. Hal tersebut terjadi karena minimnya literasi masyarakat—terutama Indonesia—yang sangat disayangkan. Minimnya literasi masyarakat membuat AI tidak dapat dimanfaatkan dengan potensi terbaik mereka. Minimnya literasi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kesenjangan digital, kurangnya konten yang mudah dipahami, kurangnya akses terhadap pendidikan teknologi, dan kompleksitas AI. Oleh karena itu, perlunya kesadaran akan literasi AI di masyarakat dan perlunya sosialisai akan AI.

Indonesia sekarang berusaha untuk mengimplementasikan AI dalam kehidupannya. Akan tetapi, Indonesia juga sedang mengalami masalah minimnya literasi AI. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) melalui Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) resmi meluncurkan dua buku mengenai transformasi pemanfaatan AI dalam pendidikan tinggi [2]. Buku tersebut diharapkan dapat meningkatkan literasi AI masyarakat Indonesia sehingga AI dapat digunakan sebaik mungkin.

Dikti.kemdikbud.go.id

Penerbitan buku panduan AI tentu adalah hal yang baik. Akan tetapi, buku tersebut bukanlah solusi yang efektif bagi masyarakat Indonesia—masyarakat yang buta huruf di tengah buku terbuka. Selain itu, adanya masyarakat yang tidak terima akan adanya perubahan (skeptis) akan adanya AI:

1.) Masyarakat yang buta huruf di tengah buku terbuka (minimnya literasi masyarakat Indonesia)

Data dari Badan Pusat Statistik (BSP) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2023 sebanyak 278,69 juta jiwa. Namun sangat disayangkan, hal ini berbanding terbalik dengan jumlah minat bacanya. Dilansir dari data UNESCO, hanya 0,001% masyarakat Indonesia yang memiliki minat baca. Hal itu berarti, dari 1000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang suka dan aktif membaca [1].

Grid Health

Sekarang, banyak video online yang telah beredar atau khalayak menyebutnya "Konten" dan masyarakat lebih menyukai video online (konten). Konten ini lebih disukai karena begitu menarik dan perubahan yang sangat dinamis dibandikan dengan membaca yang berisikan kalimat dan berbagai kata saja—akibatnya membaca bersifat monoton. Konten ini juga dapat memberikan informasi yang banyak dalam jangka waktu yang singkat, sedangkan membaca perlu pemahaman dan waktu. Maka dari itu, masyarakat Indonesia saat ini masih rendah akan literasi membaca dan buku tersebut bukanlah solusi yang efektif dalam membina masyarakat Indonesia dalam literasi AI.

2.) Budaya dan Resistensi terhadap Perubahan AI

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline