Lihat ke Halaman Asli

Catatan kecil tentang Teater Angin Hong Kong

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hari yang sangat panas menyengat, meskipun hujan turun tetap saja cuaca tak mau kompromi, biasanya bila hujan turun udara akan terasa sejuk, namun, bulan July ini terasa sangat beda. Cuaca yang tidak menentu berimbas pada kondisi tubuh, jadi lemas tak bertenaga. Sedang tugas rutin menuntut untuk diselesaikan sebagai kewajiban, tugas pokok pembantu rumah tangga. Pekerjaan yang seolah tak ada habisnya dari mulai pagi hingga malam menjelang, bahkan terkadang, saat waktu istirahat tiba majikan masih saja teriak-teriak minta dilayani.

Tetapi, semua itu adalah konsekuensi dari pekerjaan yang memang disadari dari awal mula mendaftar di PT, pertaruhan tenaga dan pikiran. Kerja 24 jam, namun semua itu terbayar ketika menerima gaji dan bisa memenuhi kebutuhan keluarga di tanah air, melihat senyum anak-anak yang bisa leluasa melanjutkan pendidikannya, menabung untuk masa depan keluarga dan sedikit menyisihkan untuk diri sendiri membeli pakaian, pulsa untuk telepon keluarga atau sekedar untuk transportasi jika libur.

Hidup di negeri orang memang tak mudah, apalagi di Hong Kong ini jika tak hati-hati dan waspada akan terbawa arus pergaulan yang setiap saat bisa merubah pribadi seseorang. Dari yang lurus-lurus saja menjadi lesbong{ meminjam istilah bunda Pipiet Senja} lupa diri sampai lupa keluarga. Dan yang lebih tragis lupa tujuan awal bekerja keluar negeri. Gemerlapnya Hong Kong mampu membius sebagian dari kita dengan mudahnya, karena semua sarana tersedia dan bisa dijangkau oleh siapapun.

Di waktu liburku yang dua kali dalam sebulan, dulu aku hanya ngetem di perpustakaan, karena itu adalah tempat favoritku, selain tenang aku bisa membaca sepuas hati juga untuk memuaskan mataku memandangi deretan buku-buku yang bagiku sangat memesona. Biasanya aku gilir dari perpustakaan satu ke perpustakaan lainnya, mulai dari perpustakaan di distrik Sheung Shui yang berada diatas pasar Sek Wu Hui, lalu saat libur berikutnya aku akan berkunjung ke perpustakaan yang ada di distrik Tsuen Wan, perpustakaan yang lokasinya ada di dekat stasiun kereta listrik{ MTR} ini juga dekat dengan mall yang memudahkan aku untuk jalan-jalan setelah dari perpustakaan sebelum  aku pulang.

Perpustakaan di distrik Yuen Long yang paling sering aku kunjungi karena selain lokasinya dekat dari rumah majikan, majikanku terkadang menyuruhku untuk mengembalikan buku ke perpustakaan, untuk Hong Kong Public Library yang di distrik Couseway Bay juga yang sering aku kunjungi karena biasanya aku juga jalan kesana jadi ngetem sekalian disana.

Tetapi sekarang aku  bergabung dengan teman-teman Teater Angin Hong Kong yang biasanya juga ngetem di belakang perpustakaan, selain kontak fisik dengan rekanita Teater Angin juga bincang-bincang tentang program Teater Angin selanjutnya. Teater Angin adalah perkumpulan yang konsen dipenulisan dan sastra dan sudah menerbitkan kumpulan karya-karya anggotanya yang dirangkum dalam buku yang diberi judul Yam Cha.

Sebuah karya murni dari para BMI Hong Kong yang patut untuk diapresiasi. Disini aku yang masih nol tentang penulisan diajari dengan sabar dan telaten, selalu  dibimbing dan diarahkan. Semoga kedepannya Teater Angin bisa semakin bersinar dan menelorkan karya-karya yang bermutu, dan bisa menjadi spirit atau meng-inspirasi para BMI untuk menulis.  Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline