Lihat ke Halaman Asli

Kebakaran Menguntungkan Foke

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya amat terkejut manakala membaca sebuah berita dari suarapembaruan.com edisi 10 Agustus 2012, yang isinya seperti ini, “Selama bulan puasa, kebakaran terus terjadi di Jakarta. Empat hingga lima titik kebakaran terjadi di Jakarta setiap harinya. Hal itu dikatakan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (PKPB) DKI Jakarta, Paimin Napitupulu, di Jakarta.

Menurut Paimin, kebakaran di Jakarta selama bulan puasa ini lebih banyak disebabkan human error. Masyarakat kurang awas dalam menggunakan alat-alat listrik, dan saat memasak.  ‘Kalau puasa itu aktifitas siang membuat capek, sementara malam hari digunakan untuk mempersiapkan sahur. Sehingga masyarakat jadi kurang waspada,’ katanya.

Dikatakan, masyarakat tidak meningkatkan kewaspadaannya, kebakaran akan terus terjadi, terutama menjelang akhir puasa.
Pada malam takbiran tahun lalu, Paimin menyebutkan, 16 titik api muncul di Jakarta dalam semalam. ‘Jangan hanya mewaspadai listrik dan kompor, tapi juga anak kecil, orang dewasa. Api kalau kecil memang sahabat, tapi kalau besar jadi lawan. Apalagi lagi musim kering begini, angin kencang, jadilah kebakaran,’ kata Paimin.
Kebakaran terakhir menimpa lima rumah warga di Jalan Kebon Nanas Utara, RT 4/4, Kelurahan Cipinang Cempedak, Jatinegara, Jakarta Timur. Empat rumah milik warga bernama Yati, Taufik Hidayat, Jauhari, Masnah, hangus terbakar.”

Dua perasaan segera menggelayuti hati saya. Menghentak rasa kemanusiaan saya dan membuat tidur malam saya menjadi tak lelap.

Pertama, Kasihan mereka yang menjadi korban.

Mereka yang tertimpa musibah kebakaran rata-rata orang miskin. Beban hidup sehari-hari saja sudah sangat berat, ini ditambah harus kehilangan tempat tinggal secara permanen. Alangkah perih dan pedih hati mereka. Bayangan kemeriahan Lebaran pun langsung sirna dari memori mereka. Lebaran kali ini pasti mengguratkan kesedihan yang mendalam bagi mereka. Boro-boro pulang kampung, pakaian untuk dipakai sehari-hari saja mereka mesti berpikir darimana mendapatkannya.

Rasa empati segera muncul dari lubuk hati saya. Saya membayangkan kalau itu terjadi kepada saya sekeluarga tentu sangat berat menghadapinya. Rumah sederhana semi permanen yang mereka bangun dengan susah payah bertahun-tahun lewat kerja keras dan perasan keringat, harus direlakan ludes habis terbakar dalam tempo beberapa jam saja!

Kedua, keterlaluan mereka yang memanfaatkan korban

Hati saya semakin galau dan teriris perih manakala melihat tayangan di You Tube yang menayangan “intimidasi” Foke kepada korban kebakaran di Karet Tengsin. Alangkah hinanya perilaku yang demikian. Manusia seperti ini adalah manusia yang miskin empati, terlalu besar egonya, semua yang dilakukan bermuara pada mencari keuntungan diri sendiri.

Betapa rendahnya manusia yang mencari kesempatan ditengah kesempitan saudaranya yang sedang terkena bencana. Mudah-mudahan peristiwa ini menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa kekuasaan bukan segalanya. Solidaritas serta empati terhadap kemanusiaanlah yang harus dikedepankan dalam situasi seperti ini.

Semoga semua kebakaran yang terjadi memang betul-betul sebuah “kecelakaan” yang tidak disengaja, bukan sesuatu yang didesain hanya demi ambisi kekuasaan yang fana belaka !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline