Kasus yang dialami oleh dr Fransiska Mochtar oleh pasiennya mengingatkan saya pada beberapa bulan lalu. suatu ketika saya memeriksakan diri ke sebuah RSUD di salah satu Kota di Jawa Tengah karena ada keluhan di dada sebelah kiri. Oleh bagian pendaftaran saya dirujuk ke bagian penyakit dalam. Setelah sekian lama menunggu akhirnya nama saya dipanggil untuk kemudian diperiksa oleh dokter spesialis penyakit dalam. Seorang dokter perempuan kemudian menanyakan keluhan saya dan kemudian menyuruh saya berbaring untuk dilakukan pemeriksaan.
Layaknya kecenderungan yang terjadi akhir-akhir ini, orang yang mabuk komunikasi media social. Ibu dokter itu berdiri dan menyuruh saya berbaring sembari ber-BBM-ria. Sambil senyum-senyum membaca isi BBM sementara saya dibiarkan menunggu untuk beberapa saat.
Posisi saya sebagai pasien tidak bisa berbuat banyak, apalagi menegur. Padahal sebenarnya dongkol juga hati saya. Walaupun saya memeriksakan diri ke RSUD tetapi sebagai PNS saya tidak menggunakan kartu ASKES sebagaimana hak saya sebagai PNS. Yang secara otomatis posisi saya sebenarnya sama dengan pasien umum lainnya.
Yang menjadi pertanyaan saya adalah. Apakah tidak ada kode etik dalam pelayanan yang harus dijalani oleh seorang dokter dalam melayani pasiennya. Sebagaimana profesi Customer Service di sebuah Bank misalnya. Bagaimana mereka mempunyai standar tinggi terhadap nsabah atau kliennya. Apalagi dokter yang praktek di rumah sakit pemerintah. Mereka di gaji oleh pemerintah dan tentu saja gaji yang mereka terima berasal dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Termasuk saya atau juga pasien yang memeriksakan diri