Keberadaan teknologi yang berkembang pesat merupakan transisi menuju era digital. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan teknologi informasi yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Kemajuan teknologi globalisasi ini tidak dapat dihentikan karena berperan penting dalam membantu aktivitas dan kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Peran ini telah membawa peradaban manusia ke era digital.
Individu harus belajar berpikir kreatif dan inovatif, berkolaborasi, mandiri dan fleksibel, memecahkan masalah secara efektif di lingkungan virtual, berkomunikasi dengan baik dalam situasi yang dihasilkan teknologi, dan membuat konten konten asli untuk mencapai tujuan pribadi atau profesional. Inovasi yang diciptakan membawa manfaat positif bagi semua orang, seperti akses informasi yang lebih mudah, di sisi lain dapat juga digunakan untuk hal-hal negatif seperti misinformasi atau tipu muslihat, sehingga masyarakat harus mampu bersaing melalui pemahaman literasi digital yang tinggi.
Sekarang, setiap orang bebas untuk mengekspresikan diri mereka di platform digital, tetapi haruskah kita bertanggung jawabatas penulisannya? Literasi informasi sangat penting bagi siapa saja yang ingin menulis di platform digital. Meskipun kita memiliki kebebasan untuk menulis atau mengekspresikan diri, kita harus tahu bahwa siapa pun dapat mengakses dan melihat artikel yang dibagikan di Internet dan bahwa kita bertanggung jawab atas tulisan kita.
Secara umum yang dimaksud dengan literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat dan mengomunikasikan konten/informasi dengn keckapan kognitif maupun teknikal. Literasi digital juga berkaitan dengan isu-isu dinamika informasi, properti dan kepemilikan intelektual, copyright, keaslian konten, dan plagiarisme (Eshet dalam Sabrina, 2019:38).
Penggunaan media digital sebagai bentuk literasi digital dipengaruhi oleh kebutuhan informasi yang berbeda. Pengalaman yang dirasakan pengguna sebagai bentuk komunikasi merupakan salah satu yang harus terus dikembangkan, agar literasi digital meningkat. Seiring dengan perkembangan internet yang menyediakan segala macam informasi, baik pendidikan maupun hiburan.
Pemahaman tentang media dalam konteks digital sangat penting untuk mengkritisi konten media digital. Konten media digital memiliki keunikan dibandingkan dengan media konvensional. Dalam media digital, setiap pengguna dapat menghasilkan konten tanpa melalui proses pra-editing. Dengan kata lain, media digital tidak menerima konsep gate keeper yang merupakan filter untuk mengontrol kualitas informasi di media konvensional (walaupun tidak jarang gate keeper menyalahgunakan fungsi ini). Akibatnya, media digital dipenuhi dengan konten yang tidak bisa ditinjau dari segi kualitas, sehingga diperlukan literasi media.
Hak milenial atas kebebasan informasi harus diimbangi dengan bekal keterampilan literasi digital, yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk memahami dan menggunakan informasi yang dapat diakses melalui perangkat komputer. Seiring dengan upaya generasi milenial untuk memajukan literasi digital, implementasinya harus diimbangi dengan pengetahuan regulasi mengenai aturan dan regulasi hukum. Isu kebebasan informasi berkaitan dengan pemeriksaan normatif yang melibatkan pengetahuan tentang konvensi, peraturan, standar dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mendasari media sosial
Kebebasan menyatakan pendapat di media sosial itu sendiri sudah dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28F yang berbunyi "Setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia". Akan tetapi, kebebasan ini terasa dibatasi oleh adanya pasal 27 UndangUndang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam topik ini penulis ingin mendapatkan kejelasan, bagaimana batasan-batasan kebebasan berpendapat yang diatur dalam Undang-Undang ITE dan bagaimana perlindungan hak asasi manusia dalam kebebasan berpedapat yang ada dalam Undang-Undang ITE sesuai dengan yang sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Macam-macam media sosial di internet meliputi facebook, twitter, instagram, whatsapp, youtube dan lain sebagainya. Dengan adanya media sosial di internet saat ini maka ruang untuk menyampaikan pendapat semakin terbuka luas, semua orang kini bebas untuk menyampaikan pendapatnya baik dalam bentuk lisan, tulisan,argument maupun opini dan lain-lain.
Memang dengan adanya media sosial saat ini memudahkan semua orang untuk mengemukakan pendapat, mereka dapat mengemukakan pendapat dan berekspresi kapanpun mereka mau, dapat dilakukan di mana saja tanpa perlu terikat oleh ruang dan waktu. Akan tetepi media sosial itu tak ubahnya bagaikan pedang yang bermata dua satu sisi membawa keuntungan bagi semua manusia namun di sisi lainnya media sosial menyebabkan kerugian bagi manusia.
Mengutip dari MediaIndonesia.com salah satu contoh kasus KBGO yang nyata pernah dibahas dalam platform Secreto yang di inisiasi oleh organisasi Safenet. Seorang anak perempuan bercerita, dia pernah diminta untuk mengirim foto dan video intim dengan iming-iming janji manis oleh teman lelakinya. Seiring dengan waktu, permintaan ini terasa mengancam. Temannya memaksa agar ia melakukan vcs (video call sex), dan terus meminta berbagai hal, sambil mengancam akan menyebarkan foto dan videonya, jika anak itu menolak. Hal ini, membuat anak perempuan tersebut depresi. Ia takut untuk membawa masalah ke jalur hukum dan ia merasa tidak berdaya. Ia juga takut untuk bercerita karena takut akan sanksi sosial yang akan diterimanya.