Lihat ke Halaman Asli

Di Manakah Letak Kebahagiaan?

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Fenomena munculnya Sang Motivator dalam kehidupan sosial di era kekinian merupakan sebuah keniscayaan, saat bangsa besar ini (INDONESIA) sedang dilanda penyakit kronis yang sangat begitu mematikan. Penyakit tersebut diantaranya, krisis kepercayaan diri bahkan paranoid akan miskin harta, akibat prilaku konsumtif mengikuti trend yang sepertinya menuju kesesatan.

Dampak dari penyakit tersebut seolah-olah menjadi angin surga bagi calon psikiater, hingga kampus yang mempunyai prodi Psikolog terlihat "Sexi" untuk di minati calon mahasiswa. Namun, tak bermaksud menyalahkan kita yang berminat untuk mendalami bidang ini, melainkan sebuah kontemplasi diri. Kenapa manusia jadi seperti ini?.

Pada hakikatnya manusia terdiri menjadi dua bagian, diantaranya berupa "Wujud" dan "Fisik", namun sebelum mendalami hal itu. Pertanyaannya, apakah gula itu manis? dan betulkah kopi itu pahit? lalu kenapa demikian?, hingga kita melupakansebab. Kenapa demikian dan selalu terjebak terhadap dampak.

Padahal proses diciptakan seorang manusia berupa "Wujud" hanya ingin mendapatkan kebahagiaan, lalu arti bahagia yang sesungguhnya itu seperti apa. Apakah berupa fisik yang dibanggakan, misalkan saat melihat mantan pacar, pada 5 tahun silam begitu indah dengan lekukan tubuh yang aduhai, tapi setelah acara reuni di gelar misalkan di sekolah, terlihat fisik sang mantan, kok sekarang jadi gemuk, hingga kita berpikir ulang untuk menjalin hubungan kembali atau ABG sekarang mengenalnya CLBK (Cinta lalu bersemi kembali).

Selain itu, fenomena kendaraan yang terus membanjiri pasar di tanah air, terkadang membuat silau penglihatan manusia saat penumpangnya turun dari mobil yang mewah. Namun, setelah beberapa bulan bahkan hitungan pekan muncul lagi produk terbaru mobil mewah, hasilnya mobil lama dilupakan. Setelah itu, manusia akhirnya lupa dan tak silau lagi dengan mobil lama.

Manusia dengan begitu mudahnya dikelabui hingga muncul sebuah kesimpulan. Lalu kebahagian itu bersifat relatif (betulkah???), bisa saja betul jika pendekatan manusia memandang hidup hanya mengandalkan "fisik" sehingga manusia akhirnya melupakan "wujud" yang tak mampu kita lihat, namun bisa juga kita merasakan. Tetapi dengan syarat, kita harus mengenal siapa diri kita yang sesungguhnya (MANUSIA). "Darimana kita berasal dan akan kemana akhir kehidupan kita pulang!!!"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline