Kotak Kosong dalam Sistem Demokrasi Pancasila*
Sila keempat Pancasila berbunyi "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan". Inilah sebuah prinsip demokrasi yang sangat penting untuk dimaknai sesuai tata naskah yang sebenarnya apa yang di maksud oleh founding father bagi Indonesia.
Sebuah refleksi tentang bagaimana sila keempat ini diterapkan dalam berdemokrasi:
Musyawarah untuk Mufakat: Sila keempat ini menekankan point pentingnya musyawarah untuk mencapai mufakat.
Dalam berdemokrasi di Indonesia, jejak perjalanan mulai Demokrasi Parlementer (1945-1959), Demokrasi Terpimpin (1959-1965), Demokrasi Pancasila (1966- 1998), hingga Demokrasi Reformasi (1998-sekarang) dengan demokrasi keterbukaanya melalui pemilu / pilihan langsung.
Artinya sifat keterwakilannya rakyat bukan hanya berdasar suara mayoritas tapi sebuah konsep kesepakatan bersama dari hasil Musyawarah mupakat dari partai partai yang sah secara konstitusi.
Makna Demokrasi sebetulnya sebuah filosofi Keterwakilan.
Keterwakilan ini ada sebuah media dan wadah secara konstitusional yaitu sekelompok rakyat yang berhimpun, berserikat dalam satu pandangan platform bernama Partai Politik.
Berangkat dari Para kader kader Partai Politik inilah bertarung, berkompetisi merebut hati rakyat melalui Partai masing masing untuk menjadi wakil Rakyat dan duduk di gedung Lembaga Legislatif DPRRI, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Makanya di dalam Gedung Legislatif tersebut dinamakan kumpulnya para wakil rakyat dengan sebutan Wakil Rakyat yang Terhormat.