Lihat ke Halaman Asli

Senja Menepi

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja menepi, matahari pulang keperaduannya. Kebisingan kota yang tak bersahabat degan sejuta telinga manusia menyimpan sejuta cerita dibalik jeritan robot-robot besi yang berjalan setiap harinya memenuhi kota lebak. Mengantar jemput penumpang dengan tujuan yg berbeda. Berhenti, jalan naik dan turun para penumpang. Tak jarang klakson kendaraan pun dibunyikan jika suara parau kernet bis atau angkot tak sampai petang. Mily menggelengkan kepala ketika angkot berhenti didepannya. Mily hanya tertegun di halte depan tempat ia bekerja. Menunggu seseorang, sesekali matanya terseret pada jam tangan. Yang menunjukan pukul 5:30 sore hari. Memperhatikan orang yang lalu lalang dengan kendaraan pribadi, berharap yang ditunggu lekas datang.  Sesekali matanya menoleh pada ibu-ibu dengan dua orang  anak yang berada disampingnya. Anaknya merengek, mungkin karena terlalu lama menunggu bis. Entahlah tak terlalu difikirkan olehnya.

Dari kejauhan mily melihat sebuah motor matik berwarna merah melaju sangat kencang, dengan jaket coklat dan celanan jeans yang dikenakan. Serta helm berwarna hitam yang dipakainya. Berhenti tepat didepan halte. Mily menoleh. Orang tersebut membuka kaca helm dan tersenyum kearahnya.

“maaf yah sayang, kelamaan nunggu yah?” suara yang renyah dengan senyum tersugging dibibir memperlihatkan baris giginya yang putih. Cukup membuat hati mily berdebar. Senyuman menawan.

“hmm..kebiasaan. lama banget nunggu kamu.” Mily tak bergeming masih duduk dihalte.

“iya. Maaf deh. Kan tadi udah sms dulu pulang jam 5.” Berusaha menjelaskan. Dan memasang muka melasnya.

“iya. Tapikan ini udah jam setengah enam rey!” celetuknya.
“owh, jadi ini lagi ngambek yah ceritanya?” goda reihan sambil tersenyum mengedipkan matanya.
“nggak tau lah.” Jawabnya singkat.

Rey turun dari motor dan melepas helmnya. Menghampiri sang pujaan hati berlutut dengan setengah kaki yang ditekuk, memegang dan mencium tangan gadis yang dicintainya.

“tuan putri. Maafkan hambamu ini tuan putri. Karena telat menjemputmu, dan membuatmu lama menunggu.”

Rayuan ala rey akhirnya keluar juga, seperti orang-orang layaknya bermain drama di atas pentas. Mily tak kuat menahan tawa. Akhirnya tawanya pun pecah diakhir dialog sang pujaan hatinya.

“hahaa.. udah ah. Malu tau diliatin banyak orang tuh. Yuk pulang. Kayak sinetron aja deh” Ucapnya sambil tersenyum. Mukanya merona. Reihan bangkit dan mengajak pulang. Memberikan helm yang satunya kepada mily untuk dipakai. Menjaga pujaan hatinya merupakan tanggung jawab terbesar dalam hidupnya kini. Reihan memacu kendaraannya. Melaju dengan cepat tanpa aba-aba yang membuat tubuh mily sedikit bergerak kedepan. Sedikit kaget dan mendekap tubuh Reihan. Mily mendekap erat tubuh reihan, menimbulkan rasa aman dan nyaman dalam setiap pelukan.

Reihan adalah orang yang sangat baik, perhatian, romantis dan penyayang itulah nilai plus yang didapat oleh mily disamping reihan tipikal laki-laki yang di idamkan perempuan dari segi fisik. Nilainya itu 9 dari 10 pria idaman. Hehee.. bagaimana tidak, tinggi badannya proporsional seperti atlit-atlit Indonesia, kulitnya putih, wajahnya yang tak jauh beda dengan artis korea lee min ho, hidungnya yang mancung. Rambutnya yang ditata rapi, Senyumnya yang menawan dengan gigi putihnya yang berjejer membuat mily seakan menjadi perempuan yang sempurna mendapatkan reihan.

“sayang ko diem aja?” reihan bertanya memecah keheningan dalam pejalanan mereka. mily tersentak dan mengangkat kepalanya yang direbahkan dipundak rey. “hmm..nggak kenapa-kenapa ko yang. Sedikit cape aja tadi banyak kerjaan.” Jawabnya. Rey hanya tersenyum mendengar jawaban kekasihnya, meraih tangan mily yang dibelitkan ditubuhnya. Memegang erat.

“langsung pulang atau mau makan dulu?” Tanya rey.

“langsung pulang aja.” Jawabnya singkat.

“ok. Tuan putri.” Membelokan motornya tepat di depan gerbang rumah mily. Turun dari motor dan membuka helm serta memberikannya pada rey.

“makasih ya sayang udah mau jemput aku.” Menyunggingkan senyum.
“iya tuan putrid” goda rey. Mili hanya tersenyum dan melambaikan tangannya.

Reihan meninggalkan halaman rumah mily. Memacu kendaraan yang dibawanya hingga tubuhnya menghilang dibelokan gang rumah mily.

Penat hari ini sepertinya sudah terbayar hanya dengan bertemu sang kekasih, meski hanya menjemputnya pulang. Menapaki jalan menuju pintu rumah yang terbuka. Disana seorang perempuan berdiri memperhatikan gelagat anaknya. Senyum-senyum sendiri. Tak menyadari mily tersentak kaget ketika tubuhya hamper menabrak seseorang didepannya.

“eh,, mama. Assalamualaikum.’ Ucapnya sambil meraih tangan mamanya.
“waalaikumsalam. Kenapa ini anak mama senyum-senyum sendiri?” Tanya mama.

“eh,, nggak ko ma.” Jawabnya terbata.

“hayo..lagi seneng yah dijemput sama rey?” mama memotong kalimat mily.
wajah mily bersemu merah, tak mampu menyembunyikan segala perasaannya waktu itu. “ihh..mama jail banget sih. Pengen tau aja urusan anak muda.” Cengengesnya sambil berlalu.
“eh. Mama kan pernah muda. Jadi tau dong kalau anak gadisnya lagi berbunga-bunga asmara.” Sedikit berteriak menggoda anaknya yang menuju kamar.
“bunga asmara. Kalau bunga bank mily mau mah. Hehe”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline