Lihat ke Halaman Asli

NANDA SALSABILA RIZNA

POLITEKNIK ILMU PEMASYARAKATAN

Membangun Budaya Anti Korupsi di Lingkungan Pemasyarakatan

Diperbarui: 20 September 2021   00:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Korupsi merupakan permasalahan yang masih selalu menjadi sorotan di Indonesia. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga masih sering ditemukan di negara-negara berkembang di seluruh dunia. Korupsi sudah menjadi budaya yang melekat di negara yang berkembang dan dalam perkembangannya sangat sulit untuk dihlangkan. Berdasarkan laporan dari Lembaga Transparasi Internasional ((TI) yang menerbitkan tentang hasil survey Coruption Perception Index, Indonesia selalu menjadi bagian yang berada di atas yang termasuk dalam negara terkorup di dunia. Sangat banyak diberlakukan dan diterapkannya upaya untuk memberantas kasus korupsi, namun sangat banyak ditemukannya hambatan. Sehingga, bagaimana kerasnya upaya upaya yang dilakukan, peraturan yang diterapkan oleh pemerintah masih belum berhasil untuk menghilangkan budaya korupsi. Korupsi terjadi apabila seseorang telah mengenal apa itu relasi sosial dengan berbasis uang, harta, dan barang. Kasus korupsi melibatkan banyak pihak yang biasanya di dalamnya terdapat jejaring korupsi. Dalam lingkungan tersebut akan memandang korupsi sebagai suatu integral dari aparat yang berhubungan secara langsung dengan pengusaha, aparat hukum, dan politisi, sehingga kasus korupsi akan sulit untuk dibongkar. Kasus korupsi akan melibatkan para petinggi di pusat kekuasaan. Korupsi merupakan bagian dari sistem itu sendiri, maka dari itu korupsi buanlah hal yang mudah untuk diberantas oleh penegak hukum, karena aparat penegak hukum itu sendiri berada pada sistem tersebut. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme merupakan satuan kelompok karena ketiga perbuatan hal tersebut telah melanggar nilai dan norma hukum yang berlaku. Faktor sosial yang mendukung korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah desintegrasi, yaitu adanya perubahan status sosial sehingga menurunnya batasan negara dan milik pribadi. Kemudian bergesernya fokus budaya, nilai sosial, yang dimiliki oleh tiap individu, kemudian yang ketiga karena adanya pembangunan berbasis ekonomi menjadi panglima pembangunan, melainkan pembangunan sosial budaya. Adanya serta merta dan memanfaatkan kekuasaan yang ada, dan kemudian tidak terkontrolnya pranata sosial. Masih banyak terjadi kasus korupsi di Indonesia karena masih lemahnya pendidikan agama dan etika, masih banyaknya ditemukan kemiskinan, masih belum diterapkannya sanksi yang tegas dan keras, struktur pemerintahan yang masih belum sesuai, adanya perubahan radikal. Di antara semua faktor tersebut, yang terpenting adalah tentang keadaan moral dan intelektual para pemimpin yang ada di Indonesia. 

Budaya hukum di Indonesia menunjuk pada dua hal, yaitu adat istiadat dan nlai sosial. Budaya hukum merupakan kekuatan sosial yang termasuk dalam variabel itu sendiri. Munculnya budaya korupsi karena adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan individu, maupun organisasi kemudian didukung oleh lingkungan sosial budaya yang meneruskan tradisi korupsi. Dengan adanya korupsi maka tidak menghormati adanya kekuasaan hukum, dan lebih mengutamakan status sosial yang dimiliki, perekonomian politik, para pelaku korupsi itu sendiri. Dalam hal ini maka perlu lebih ditegaskannya lagi pemberantasan korupsi oleh Presiden. Presiden hendaknya menegaskan proklamasi anti korupsi sebagai pelindung hukum maka perlu dikeluarkannya Perpu Pemberantasan Korupsi. Peraturan ini perlu ditegaskan dan ditegakkan karena bagi banyak orang, menganggap bahwa kasus korupsi  bukan lagi suatu pelanggaran hukum, namun suatu kebiasaan. Sehingga hal ini sudah sanga sering terjadi dan menjadi hal yang biasa. Selain membuat peraturan yang ditetapkan tentang korupsi, untuk memberantas korupsi seharusnya juga perlu ditanamkan dalam dirimasing-masing individu. Karena akan sia-sia saja apabila diterapkannya peraturan, namun tidak adanya kesadaran dan kemauan yang tertanam dalam setiap individu. Karena peraturan akan mudah untuk dilanggar, namun apabila memang kesadaran dari diri sendiri akan lebih terbatasi karena bertentangan dengan hati nurani. Maka dari itu sanat perlunya ditanamkan kesadaran dan Pnedidikan anti korupsi sejak dini untuk mengantisipasi dan dapat menanamkan pada diri bahwa budaya korupsi harus dihilangkan. Kesadaran dan Pendidikan anti korups saja tidak cukup, masih perlu ditambahnya moral dan ilmu agama yang kuat. Memiliki ilmu agama yang kuat, maka individu memiliki benteng pada dirinya sendiri bahwa perbuatan korupsi adalah perbuatan yang salah, dengan memiliki rasa takut kepada Tuhan, individu juga akan berfikir berkali-kali untuk melanggar norma yang berlaku. Dalam aspek organisasi pun dalam upaya menghilangkan budaya korupsi dapat diterapkannya sikap kepemimpinan yang bertanggung ajawab di dalam organisasi, harus memiliki sistem akuntabilitas yang benar di dalam instansi pemerintah. Berita tentang korupsi yang terjadi bukan hanya di lingkungan pemerintah saja, namun masih sangat banyak ditemukan berita KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM yaitu Pemasyarakatan. Korupsi yang terjadi di lingkungan Pemasyarakatan bersangkutan dengan kesejahteraan dan kelangsungan hidup Warga Binaan Pemasyarakatan. Sebagai petugas Pemasyarakatan, akan sangat mudah berinteraksi dengan masyarakat luar dan Warga Binaan Pemasyarakatan yang ada di dalam. Hal ini dapat memicu adanya penyuapan. Penyuapan yang diberikan termasuk kedalam korupsi yang dilakukan oleh Petugas Pemasyarakatan. Dalam upaya mencegah terjadinya hal penyimpangan yang terajadi di lingkungan Pemasyarakatan maka perlu diingatkannya integritas bagi setiap petugas pemasyarakatan, perilaku jujur yang dimiliki setiap petugas dapat dikategorikan sebagai upaya melawan korupsi. Setiap petugas memiliki tanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya, apalagi tugas seorang petugas pemasyarakatan berhubungan dengan Hak Asasi Manusia yang sedang menjalankan proses pembinaan. Sebagai petugas pemasyarakatan yang semestinya menjadi contoh, mengayomi, dan membimbing warga binaan pemasyarakatan maka akan sangat disayangkan apabila masih ditemukannya perbuatan yang menyimpang. Petugas pemasyarakatan wajib memiliki sembilan nilai anti korupsi yaitu, nilai kejujuran, nilai tentang kedisiplinan, nilai kepedulian, nilai mengenai tanggung jawab, nilai kerja keras, nilai kesederhanaan, nilai kemandirian, nilai keberanian, dan nilai keadilan. Apabila petugas pemasyarakatan menanamkan dan menerapkan sembilan nilai anti korupsi tersebut maka budaya korupsi yang ada akan hilang. Karena sembilan nilai anti korupsi tersebut merupakan kunci untuk melawan budaya korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline