Pulau Sabang merupakan icon Indonesia. sebuah perlambang tentang negara kesatuan Indonesia. Tugu Kilometer 0 Indonesia bukan hanya sebuah tugu, tapi ia sudah menjadi sebuah destinasi wisata yang unik. Dan yang menurutku menarik disini adalah, bahwa 0 km Indonesia di Sabang ini juga merupakan "ka'bahnya" para pecinta Vespa Indonesia. Jadi, para komunitas vespa, jika belum ke 0 Km Indonesia di Sabang, ia belum dianggap sah menjadi pecinta Vespa. Heuhuhe. Ini bisa diklarifikasi ya kawan. Karena saya kesana tidak menggunakan Vespa.
Ketika saya dapat kabar untuk misi kemanusiaan ke Aceh, saya langsung teringat Sabang. Saya sering mendengar bagaimana eksotisnya pantai-pantai disana. Jalan menuju 0 km Indonesia dari kota Sabang, begitu mulus dan berkelok, nanjak, tikungan tajam dan turunan yang aduhai. Saya sudah terbayang kawan akan adreanalin dan jiwa petualangan saya. Tugas utamanya adalah misi kemanusiaan dan explore sebuah destinasi wisata adalah bonus besar ini. Setelah misi kemanusiaan saya selesai saya langsung menuju bonus ini, ya basecamp saya di Lhokseumawe, dari Lhokseumawe saya menuju Banda Aceh pada hari Sabtu 11 Juli 2020. Saya tiba di Banda Aceh selepas maghrib dan mengginap di Nusa Cendana Hotel.
Saya langsung teringat, bahwa kawan SMA saya di Jakarta, tinggal di Banda Aceh. Aku hubungi untuk sekdar ngopi-ngopi dan bertukar kabar didepan hotel. Rupanya kota Banda Aceh malam itu hujan deras. Tetapi tetap fucky, kawan SMA ku datang. Kami melepas cerita bertubi-tubi. Menanyakan kabar masing-masing dan mebiarkan mulut kami men-srupuuut kopi Aceh yang khas. Waktu tak terasa. Kami ngobrol hingga larut malam dan sempat mengunjungi kapal bekas hantaman tsunami. Serta ada sebuah masjid yang begitu megah, terang dan bercahaya indah.
ini mengingatkanku pada hati. Bahwa hati yang cerah, dan terang akan membawa kecerahan juga alam menjalani hidup ini dan anggota tubuh kita. Beda jauh dengan hati kita yang pekat, hitam dan gelap. Fucky berkata ke aku, "Besok Gw jemput pagi-pagi, kita ngopi dan gw anter lo ke Pelabuhan Ulee Lheu. Asikkan kawan.
Minggu pagi jam 06.30 Fucky sudah ada di depan hotel, tancap gas kita cari warung kopi serta sekadar mengganjal perut. Selesai. Rokok 234 dan Magnum adalah teman yang setia dalam menyeruput kopi kawan. Oh ya, kawan tahu filosofi dari 234, Dji Sam Soe, lambang 9 bintang, dan Fatsal lima. Aaaargh biarlah kalian cari tahu sendiri, heuhuheuhe.
Selesai ngopi dan sarapan, selanjutnya aku diantar ke Pelabuhan Ulee Lheu. Bantuan Fucky ini memudahkan aku untuk nyebrang ke Sabang, thanks Fucky. Kau tahu kawan, piknik dimasa pandemi corona ini ribet, dan ketat. Menurutku sih wajar saja. Dan kita harus ikuti semua prosedur yang ada. Bayangkan untuk kita bisa terbang kita harus test Swab dahulu yang mana biaya sangat mahal, hingga diatas 1,5 juta. Dan itu biaya sendiri. Huftlah. Tetapi semua itu harus kita jalani agar kita aman ketika kita akan meng-eksplore sebuah destinasi wisata.
Ini keribetan pertamaku, bahwa hasil test Swabku ada di soft file yang menyatakan bahwa aku negative corona tidak berlaku., harus Hard Copy. Nah lho. Untungnya Fucky bisa membantuku. Ada sebuah kantor karantina hewan dan saya bisa mem-print out hasil Swab ku. Pemeriksaan berkas aman. Lanjut beli tiket dan naik ke KMP Tanjung Burang. Sekali lagi thanks Fucky, ku tuangkan kopi specialku untukmu kawan. Bye Banda Aceh, lets go tugedeh ke Sabang. Sabang..sabang..sabang. gumamku dalam hati
Jam 08.10 beli KMP Tanjung Burang membunyikan sirine, tanda kapal siap berangkat. Harga tiketnya Rp. 31.000.cukup murah. Dan jika kawan ingin cepat sampai Pelabuhan Sabang, bisa menggunakan kapal cepat yang harganya Rp 80.000,- aku memilih kapal roro dan pulangnya baru aku akan menggunakan jasa kapal cepat ini karena ingin mengejar penerbangan ke Jakarta. banyak kapal-kapal yang sandar.
Di Kapal Ferry ini kita bisa lihat lautan luas tak bertepi. Samudra yang mampu menampung segala. Ngopi dan srupuuuut di geladak adalah pilihan tepat, kawan. Bendera merah putih ada dibelakang KMP, enggan melambai dan mengibarkan benderanya. Tidak ada wisatawan yang aku lihat. Rata-rata penumpangnya adalah mengunjungi sanak saudara atau bahkan pulang kampung. Ya wajar aja atuh. Lha wong masa pandemik ini, orang-orang pada khawatir untuk piknik. Tapi tidak dengan saya. Alhamdulillah diberi kesehatan dan diberi kesempatan untuk menjejakkan kaki di 0 Km Indonesia, di ujung barat Negara kepulauan Indonesia dan berharap bisa juga menjejakkan kaki di ujung timur Indonesia, Merauke.
Jam 10.15 kapal bersandar di Pelabahuan Balohan Sabang. Jangan pake provider tri, ngga ada sinyal boiy. Fiuh, lap jidat lampu tamanku. Kawan yang akan menjemput saya rupanya sudah telp saya hingga puluhan kali. Akhirnya dengan feeling yang tinggi, ia menyapa saya. "Bang Ay, ya". Yess saya jawab. Keren kan aku, sudah langusng dikenalnya, hahah. Bang Vindi yang menjemputku tadi. Dia adalah orang Sabang asli yang kerjanya menjadi guide disana. Jika kawan main kesana bisa hubungi bang Vindi di No hp 0823.7055.7597. Kami ngobrol sebentar untuk kemudian mencari sewaan motor. Untuk mengekplore Kota Sabang, dan Pulau Weh serta 0 km Indonesia.
Motor matic aku dapatkan siap untuk mengexplore Sabang, kawan. Pertama-tama yang aku tuju adalah Rumah makan lapar mboiy. Ikan bakar ku santap. Udang ku hajar dan teh manis panas adalah pilihan yang tepat untuk mengisi perut di siang ini. Bensin isi full Bang Vindi. Brangkaaaaaaat. Perpaduan berbagai macam suku terjadi di kota Sabang. Warung-warung kopi juga banyak tersebar, tempat ngumpulnya anak-anak muda disana. Yang menarik di kota Sabang ini adalah toko-toko yang buka disana tidak ngoyo dalam mencari uang. Toko akan tutup dari jam 12.00 atau 12.30 untuk istirahat dan buka lagi jam 15.00 atau setelah ashar. Wow. Its amazing. Usaha tetap jalan, istirahat yang berkualitas juga dapat. Cekeuup. Itukan yang kita cari dalam hidup ini, kawan.