Lihat ke Halaman Asli

Cinta Tanpa Uang Tiada Arti dan Makna

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hidup ini sungguh indah. Terkadang kita bahagia, terkadang kita sedih dan muram durjana. Mengapa hal itu terjadi, karena hidup ini merupakan qada’ dan qadar yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Dalam garis-garis hidup ini, saya menceritakan pengalaman saya yang sangat bermakna yang dapat dijadikan motivasi bagi remaja yang pernah putus cinta sekarang ini. Baiklah saya akan menceritakan pengalaman yang sangat pahit dalam hidup saya dan juga motivasi bagi para remaja saat ini.

Pada tahun 2005, sekitar umur saya 20 tahun saya mengenal seorang gadis yang Ayu sekali yang tidak perlu disebutkan namanya. Saya sangat mencintainya sehingga berjanji untuk menikah setelah saya selesai sekolah SMK Negeri pada waktu itu. namun, karena jodoh bukan untuk saya pada waktu itu, dia menikah sama lelaki lain. Mengapa dia menikah sama lelaki lain?,, begini ceritanya?, pada waktu itu dia mau kerja ke negeri jiran tetangga yaitu Malaysia. Saya pun memberikannya ijin, ternyata dia telah menghianati saya dan menjalin hubungan dengan lelaki lain dan menikah. Hanya air mata yang saya titiskan dan tiada artinya. Lama saya mengurung diri, makan tak kenyang tidur pun tak lena, ibarat pantun yang berbunyi:

“jangan suka makan mentimun

Makan mentimun banyak getahnya

Jangan suka selalu melamun

Karena melamun banyak susahnya”

Begitulah hidup saya yang selalu dilalui dengan kesedihan. Tapi dengan kesedihan itu saya bangkit untuk berjuang. Akhirnya saya pun pergi melarikan diri untuk bekerja di Singkawang sebagai lokomotif mobil dan sepeda motor.

Sekitar 6 bulan saya bekerja, tiba-tiba paman saya di singkawang menyuruh saya masuk polisi. Saya pun merasa senang sekali, karena cita-cita selama masih kecil saya kepingin masuk polisi. Saya pun menelpon ortu saya dan mengabarkan berita gembira ini. Tapi ternyata masuk polisi bukan sesuatu yang mudah karena masih memerlukan biaya yang besar sekali. Akhirnya ortu saya pun menjual sapi buat modal jadi polisi. Tapi ternyata uang hasil jual sapi di pinjam oleh abang saya karena bayar hutang anaknya yang sudah jadi polisi. Dia bilang hanya tiga hari tapi dari 2005 sampai tahun sekarang ini satu rupiah pun tidak dibayar. Ah, nasib-nasib, semuanya hancur harapanku untuk jadi polisi.

Setelah itu, saya balik kampung dan mencari pekerjaan sama abang iparku. Alhamdulillah saya dapat pekerjaan menjadi seorang teli kayu di Temajuk dekat perbatasan malaysia. Selama tiga bulan bekerja hasilnya pun memuaskan dan saya pun balik kampung. Saya merenung ketika balik kampung, hanya merenung mau jadi apa?

Saya pun membuat keputusan ingin kuliah S1 di Sambas yang dikenal dengan STAI sekarang ini. Namanya sekolah jurusan tarbiyah, hapal ayat-ayat pendek pun belum bisa.

Karena ortu saya sebagai pemuka masyarakat, saya pun dengan giat menghapal ayat-ayat pendek pada waktu bulan puasa. Namanya bulan puasa tapi saya sendiri tidak puasa. Mengapa saya tidak puasa? Karena saya bekerja sebagai pemotong karet dan jual kayu api untuk biaya kuliah dan ongkos jalan-jalan, ongkos beli bensin dan lain-lain. Saya pergi dari rumah jam 03.00 pagi dan balik jam 11.30 siang sebagai potong karet. Begitulah kegiatan selama S1.

Sekian cerita ini, lain saya sambung lagi ya teman-teman…………………………..???




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline