Lihat ke Halaman Asli

Fadillah Zubaidah

Fadillah Zubaidah

Arab Saudi Menggolongkan Ateis sebagai Teroris

Diperbarui: 20 Juni 2015   05:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14019346411761701817

SAUDI ARABIA – Human Rights Watch (HRW) melaporkan Arab Saudi memperkenalkan sejumlah undang-undang baru yang menggolongkan ateis sebagai teroris. Seperti diberitakan awal April ini.

Sultan Saudi Abdullah telah menekan segala bentuk perbedaan pendapat politik dan protes yang dapat membahayakan income (pendapatan) haji dengan sejumlah ketetapan kesultanan dan bagian baru undang-undang penanganan terorisme secara umum.

Undang-undang baru ini sebagian besar telah dibawa untuk melawan peningkatan jumlah orang Saudi yang mengambil bagian dalam perang saudara di Suriah. Hal ini dilakukan sebelum mereka kembali dengan pelatihan baru dan ide-ide untuk menggulingkan pemerintahan Saudi.

HRW menyebutkan Sultan Abdullah mengeluarkan ketetapan Kesultanan 44. Ketetapan ini mengkriminalisasi keterlibatan dalam permusuhan di luar kesultanan dengan hukuman penjara antara tiga dan 20 tahun penjara.

Kementerian Dalam Negeri Saudi menerbitkan peraturan lebih lanjut pada bulan lalu. Peraturan ini mengidentifikasi daftar panjang kelompok yang dianggap sebagai organisasi teroris termasuk Ikhwanul Muslimin.

Salah satu pasal dalam ketentuan baru itu menggolongkan terorisme sebagai seruan pemikiran ateis dalam bentuk apapun, atau menggugat dasar-dasar agama Islam yang menjadi dasar negara itu.

Direktur Human Rights Watch untuk perwakilan Timur Tengah dan Afrika Utara Joe Stork mengatakan, "Pemerintah Saudi tidak pernah menolerir kritik atas kebijakan mereka, tetapi hukum dan peraturan baru-baru ini menuduh hampir setiap ungkapan kritis atau perkumpulan independen dengan kejahatan terorisme.”

"Peraturan ini menjauhkan harapan tentang Sultan Abdullah yang bermaksud membuka ruang untuk perbedaan pendapat secara damai atau kelompok-kelompok independen," kata Stork.

HRW mengatakan ketentuan baru terorisme berisi bahasa yang digunakan jaksa dan hakim untuk menuntut dan menghukum aktivis independen dan pembangkangan damai. (nzherald.co.nz)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline