Salah satu impian orang-orang yang doyan jalan tentu saja adalah bisa keliling dunia tapi kalau isi dompet belum mendukung apa salahnya kalau kita ke kota terdekat dulu. Setiap kota punya sisi menarik yang bisa dikulik. Bogor contohnya, meskipun berkali-kali saya ke sana tapi selalu saja ada hal baru yang baru saya ketahui.
Bogor tak hanya soal Kebun Raya dan Surya Kencana. Ternyata kota ini juga punya jalur lambat, maksudnya sebuah tempat yang memaksa pengunjungnya hidup sedikit lebih lambat. Seperti 2 tempat yang saya kunjungi ini, sebuah cafe buku dengan tatanan estetik dan kedai teh dengan desain ala-ala jaman dulu.
Jika biasanya saya banyak dibisiki oleh Google, kali ini saya diajak langsung oleh orang asli Bogor yang juga adalah seorang kompasianer. Namanya Latipah atau biasa dipanggil Lala. Pikir saya, sepertinya menarik bisa melihat sisi lain Bogor dari kacamata penduduk aslinya.
Setelah janjian di alun-alun dekat stasiun, Lala mengajak saya ke sebuah cafe buku di jalan jarak Harupat, tak jauh atau seberang dari sisi utara Kebun Raya Bogor. Cafe ini sedikit menjorok ke dalam, ada plang nama bulat bertuliskan Maraca Books and Coffee yang hampir tertutup oleh tanaman-tanaman di sekitarnya. Kalau tidak jeli, mudah saja bagi pendatang seperti saya untuk melewatkannya.
Banyak cafe-cafe estetik di daerah Bogor, tapi kalau judulnya books and coffee bagi saya selalu terdengar lebih menarik. Melihat bagian indoor dari cafe ini membuat saya mengingat mimpi-mimpi lama saya untuk punya cafe buku sendiri. Yah, sejauh ini posisinya masih belum punya cafe tapi sudah punya banyak koleksi buku. Doakan ya!
Kembali ke soal cafe, interiornya didominasi warna putih dan terlihat estetik da instagramable. Tapi yang lebih menarik mata saya tentu saja rak-rak buku yang tersebar di dua titik. Rak pertama berukuran cukup besar dan berada di sisi kiri pintu masuk sementara rak kedua lebih kecil dan berada di sudut kanan pintu masuk.
Tentu saja saya langsung mendekat untuk memeriksa koleksinya?
Saya penasaran apakah cafe ini benar-benar punya koleksi yang bagus atau sekadar asal agar bisa disebut cafe buku. Rupanya buku-bukunya ditata per warna, ada deretan buku putih, kuning, biru, pink dan hitam. Kalau ditata per warna seperti itu artinya lebih ingin mengedepankan unsur estetika. Kalau saya pribadi cenderung lebih suka susunan per kategori karena lebih memudahkan proses pencarian.