Seharusnya judul di atas tak pantas disematkan untuk Indonesia, negeri yang setiap bulan Muharam menyantuni anak yatim secara serempak, baik di kota-kota maupun desa-desa, dari rumah-rumah ibadah, yayasan-yayasan sosial hingga kantong-kantong pribadi masyarakatnya.
Negeri ini sangat menyayangi anak yatim piatu. Bahkan bagi umat muslim mencintai anak yatim adalah sebuah kewajiban yang ditegaskan melalui beberapa ayat suci Al-Qur'an seperti Al-Baqarah ayat 177, Al Isra ayat 34, Al Fajr ayat 17 dan lain-lainnya.
Setidaknya itu gambaran yang paling mudah ditangkap. Namun berita-berita mengenai para yatim piatu belakangan tidak berkata demikian.
Sebanyak 30 anak panti asuhan menjadi korban pelecehan seksual oleh pemilik dan pengasuh panti asuhan di daerah Tangerang. Dalam panti tersebut berisi anak-anak dengan berbagai keterbatasan status baik yatim, piatu, yatim piatu maupun anak yang lemah secara ekonomi.
Diperkirakan praktik biadab ini sudah dilakukan sedari lama karena salah satu pelaku yang juga merupakan salah seorang pengasuh mengaku dulunya adalah anak yang tinggal di panti tersebut dan sudah menjadi korban sejak tahun 2006.
Mungkin publik juga sudah mulai lupa dengan kasus Bruder Angelo, seorang pengasuh panti asuhan Kencana Bejana Rohani Depok yang kini berada di dalam tahanan karena kasus kekerasan seksual tahun 2020 lalu.
Mirisnya, ia pernah ditangkap di tahun sebelumnya dengan kasus serupa tapi akhirnya dibebaskan karena kurangnya berkas pemeriksaan melebihi waktu yang ditentukan. Bukannya jera, ia malah mendirikan panti asuhan lagi di tahun 2020 sehingga kejadian serupa pun berulang.
Ada lagi kasus video asusila antar guru (57 tahun) dan murid kelas 12 di Gorontalo yang terjadi belum lama ini. Si anak adalah seorang yatim piatu sementara guru yang seharusnya mengayomi sekaligus orang tua malah justru mengambil keuntungan serta memanipulasi korban.
Lebih disayangkan lagi, publik justru melihat ini sebagai kasus hubungan asmara antara guru dan murid dan menyudutkan si anak. Padahal kasus ini termasuk ke dalam kategori child grooming atau memanipulasi seorang anak atau remaja.
Seorang psikolog Nuzulia Rahma mengatakan child grooming dilakukan dengan membangun hubungan dekat dengan korban untuk membangun kepercayaan serta ikatan secara emosional.
Bayangkan jika kita tidak punya orang tua, tak punya tempat mengadu sementara lingkungan dan orang-orang seharusnya menjadi support system justru memanipulasi bahkan menyalahkan dan menyudutkan. Apakah salah jika menyebut negara ini neraka bagi mereka?