Lihat ke Halaman Asli

Ire Rosana Ullail

TERVERIFIKASI

irero

Berburu Soto Kuning Sembari Menelusuri Jalanan Surya Kencana Bogor, Bingung Kok Ada 2?

Diperbarui: 28 Januari 2024   02:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lawang Surya Kencana Bogor (sumber : dok.pri/irerosana)

Namanya Bu Efa dan Bu Iin, guru di salah satu SD swasta di kota Bogor. Saya berkenalan dengan mereka di perpustakaan saat mereka tengah survey untuk rencana kunjungan sekolah. Pertemuan itu membawa saya mengenal istilah Surya Kencana. Salah satu pusat kuliner yang cukup terkenal di kota Bogor.

Mereka menyebut beberapa nama makanan khas Bogor seperti soto kuning, doclang, laksa, asinan, pepes sagu pisang dan kawan-kawannya. Semua makanan itu katanya berkumpul di Surya Kencana.

Perkara memilih soto sebenarnya hanya soal selera. Saya penasaran apa bedanya dengan soto-soto yang lain? Sejauh ini saya sudah banyak mencicip aneka soto dari berbagai daerah seperti Surabaya, Solo, Kudus, Lamongan, Betawi, Padang serta Sokaraja. Kurang afdol rasanya kalau tidak melengkapi dengan menicip soto kuning khas Bogor ini.

Awalnya saya pikir jarak Surya Kencana dengan perpustakaan bogor tidak begitu jauh jadi saya memutuskan untuk berjalan kaki. Berjalan memungkinkan kita untuk menikmati keindahan suatu kota dengan sedikit lebih lambat jika dibanding naik ojek online. Sayangnya, baru sampai di bibir Surya Kencana, kaki saya sudah pegal bukan main. Ternyata jauh juga, haha.

Lawang Surya Kencana terletak 1,6 km dari stasiun Bogor dan hanya 30 meter ke arah selatan dari pintu utama Kebun Raya Bogor. Lawang artinya pintu, gerbang utama atau titik awal menuju jalan Surya Kencana.

Begitu melewati gerbang, di sebelah kiri saya berdiri bangunan cagar budaya vihara Hok Tek Bio atau juga dikenal dengan nama vihara Dhanagun dengan dominasi warna merahnya. Warna yang bagi etnis Tionghoa dianggap sebagai sebuah keberuntungan.

Vihara ini menjadi simbol pluralisme sekaligus saksi bisu diskriminasi yang pernah dialami etnis Tionghoa. Selama 32 tahun mereka dilarang merayakan hari raya imlek. Baru setelah kepemimpinan Aburrahman Wahid Vihara ini menjadi lokasi sekaligus saksi perayaan Cap Go Meh pertama di kota Bogor.

Ilustrasi lukisan perayaan Cap Go Meh pertama kali di Bogor di Galeri Bumi Parawira (sumber : dok.pri/irerosana)

Lampion merah terpasang melintang di beberapa ruas jalan yang saya lalui seolah mengingatkan bahwa kawasan itu menolak jika disebut telah meninggalkan budaya Tionghoa.

suasana jalan Surya Kencana Bogor (sumber : dok.pri/irerosana)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline