Lihat ke Halaman Asli

Ire Rosana Ullail

TERVERIFIKASI

irero

Belajar dari Kemenangan Kasus Gugatan Merek MS Glow terhadap PStore Glow

Diperbarui: 17 Juni 2022   15:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu store brand produk kecantikan MS Glow. (Facebook/MSglow aesthetic clinic) via kompas.com

Bukan sekadar nama, sebuah brand atau merek merupakan aset penting bagi sebuah perusahaan.  Hermawan Kartajaya, salah seorang pakar pemasaran mendefinisikan merek sebagai nilai indikator yang ditawarkan kepada pelanggan dan atau aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat loyalitasnya.

Selain mengandung value, merek juga berfungsi sebagai identitas terhadap perusahaan serta produk yang dijualnya. Sebuah perusahaan biasanya berupaya untuk melindungi dengan mendaftarkan merek yang mereka miliki ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Fungsinya antara lain sebagai alat bukti sah bagi si pemilik serta mencegah sengketa merek yang bisa terjadi di kemudian hari.

Salah satu contoh kasus yang baru-baru ini terjadi adalah kasus gugatan Shandy Purnamasari selaku pemilik merek MS Glow milik PT Kosmetika Global Indonesia (PKGI) dan PT Kosmetika Cantik Indonesia (PKCI) terhadap PS Glow milik PT Pstore Glow Bersinar Indonesia (PGBI) milik Putra Siregar.

Shandy Purnamasari pertama kali melayangkan gugatan terhadap PS Glow karena dinilai telah membonceng, meniru, dan menjiplak ketenaran dari MS Glow. MS Glow sendiri sudah terdaftar di Ditjen Haki sejak 2016 sementara PS Glow baru didaftarkan pada 24 januari 2022 lalu.

Isi gugatannya antara lain pertama, menyatakan dirinya sebagai pemilik satu-satunya, pendaftar, dan pengguna pertama (first to use) merek "MS GLOW", "MS GLOW FOR MEN". Kedua, menyatakan bahwa pendaftaran merek-merek PS GLOW dan PS GlOW FOR MEN tidak dilandasi dengan itikad baik.

Hasilnya, angin segar datang ke pihak Shandy Purnamasari karena Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Medan Sumatera Utara telah menerima dan mengabulkan seluruh gugatannya.

Adapun pertimbangan Majelis Hakim yang terdiri dari Immanuel SH MH selaku ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara dan Dr Ulina Marbun SH MH serta Dahlia Panjaitan SH selaku hakim anggota adalah pendaftaran merek -- merek terdaftar atas nama Putra Siregar memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik penggugat.

Merek sendiri oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM didefinisikan sebagai sebuah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa logo, nama, kata, huruf, angka, susunan, warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan atau 3 dimensi, suara hologram atau kombinasi dari 2 ( atau) lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa.

Dalam website resminya DJKI juga mengungkapkan beberapa alasan permohonan merek yang ditolak salah satu poinnya antara lain "Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis."

Dalam putusannya, majelis hakim juga meminta kepada Direktur Merek dan Indikasi Geografis pada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencoret nama-nama terdaftar atas nama Putra Siregar dari daftar merek serta menghentikan semua kegiatan produksi, peredaran, atau perdagangan produk-produk kosmetik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline