Lihat ke Halaman Asli

Ire Rosana Ullail

TERVERIFIKASI

irero

Bagaimana Saya Tumbuh dan Berkawan dengan Buku-buku

Diperbarui: 6 Mei 2021   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Doc. Pribadi / Ire Rosana Ullail

Di sebuah acara reuni salah seorang kawan menyeletuk, "Ini pasti tasnya Ire," sembari menunjuk salah satu tas warna hijau mint di antara barisan tas lain yang tengah di tinggal oleh pemiliknya.

"Hah, kok tau?" balas saya.

"Di dalamnya ada buku," balasnya.

Begitulah saya di mata kawan-kawan. Seorang gadis yang kerap menghabiskan waktu istirahat sekolah di perpustakaan karena tak punya banyak uang saku. 

Selepas sekolah, ia akan pergi ke perpustakaan daerah dengan menaiki angkot warna kuning. Di sana ia akan meminjam buku-buku metropop yang judul-judulnya tak ia dapati di perpustakaan sekolah. Salah satu buku langganannya yaitu The Princess Diaries.

Buku karya Meg Cabot pada masa itu memang cukup populer di kalangan anak-anak SMP seusianya, termasuk bagi si gadis. 

Di balik buku The princess Diaries tersebutlah ia menyembunyikan kenyataan hidupnya yang tak seindah cerita-cerita khayalan. Ia merasakan kesenangan ketika membayangkan Mia adalah dirinya, seorang anak yang tidak populer di sekolah, hanya memiliki segelintir teman yang nasibnya berubah seketika setelah mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang raja di sebuah negara kecil. Gadis itu membayangkan Mia adalah dirinya atau andai saja nasib hidupnya berubah seperti Mia.

Pada titik itulah ia menemukan kesenangan dari asiknya membaca.

Begitulah kiranya cerita saya. Entah sejak kapan saya jatuh cinta pada buku, tapi yang jelas saya kerap bersembunyi di balik cerita-cerita dari buku yang saya baca.

Memasuki masa sekolah menengah, saya mulai membaca buku-buku sastra karena tuntutan dari jurusan sekolah. Di sanalah saya mengenal puisi-puisi Chairil Anwar dari buku yang berjudul Aku karya Sjuman Djaya. Buku Aku semakin melejit ketika film AADC tayang. 

Kala itu, bukan hanya anak bahasa yang mengenal Chairil Anwar, tapi juga setiap anak muda hampir di seluruh negeri ini. Sementara bagi saya pribadi, puisi-puisi Chairil meninggalkan jejak kenangan di balik seragam putih abu-abu. Jika membacanya lagi, maka akan muncul ingatan-ingatan peristiwa ketika saya masih duduk di bangku sekolah menengah. Rupanya yang bisa mengikat kenangan tidak hanya lagu tapi juga buku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline